Monday, June 13, 2011

Pelajaran Baru

Oke. Katanya saya lulusan sastra Jepang. Tapi, serius untuk apa pun, bahasa Jepang saya masih jauh dari kata bisa. Ditambah lagi sejak masa kelulusan berlalu, tak satu kali pun saya bersinggungan dengan bahasa Negri Sakura tersebut. Saya merasa terlanjur basah tanpa guna yang berarti. Malah dengan semangat' 45, saya pribadi lebih cenderung banyak mendengarkan musik-musik Korean Pop. Meskipun hal itu tak membuat saya berubah menjadi orang yang mahir berbahasa Korea. Sama saja. Mau bahasa Korea atau bahasa Jepang. Bahkan bahasa Ibu sendiri masih compang-camping. Dan, tak jarang saya lupa mendeskripsikan sesuatu. Entah ini memang karena efek dari penyakit lupa saya, atau memang karena lalainya saya dalam menguasai bahasa.

Tapi, suatu ketika saya seperti tersadar oleh sesuatu. Waktu cuma jadi semacam barang yang saya letakkan di dalam laci tanpa saya manfaatkan dengan baik. Dan, ketika semua itu berlalu nyaris dua tahun, saya baru membukanya lagi. Lalu geleng-geleng kepala saja.

Apa yang sudah saya lakukan selama ini?

Bersenang-senang terlalu jauh dan tidak memikirkan apa manfaatnya? Terjebak dalam kamar penuh dengan lem yang membuat saya enggan beranjak? Astagaaaaa...

Saya pun memutuskan untuk bangkit. Meninggalkan kenyamanan dan berusaha menemukan kembali trigger yang memang bisa memacu saya untuk belajar. Saya mengais-ngais tong alasan kenapa saya bisa menyukai bahasa Jepang. Saya ingin mempertahankan itu. Setidaknya, kalau saya sudah basah kuyup, saya ingin ada makna yang berarti dari semua itu.

Berbekal alasan saja, saya pun memutuskan untuk kembali mempelajari bahasa Jepang. Tertatih-tatih, apalagi ingatan saya soal kanji sudah tak ada bekasnya satu pun. Serius, bahkan saya pernah lupa bentuk kanji yang paling mudah--kanji untuk kata 'saya'. Saya mulai lagi dari awal. Dari grammar yang juga saya lupa sama sekali.

Saya tau mungkin keputusan ini terlambat. Dan, apalah. Mungkin juga terkesan tidak penting atau apa pun. Tapi, hal ini setidaknya memberi pelajaran bagi saya. Bahwa harus selalu ada tindakan nyata dari sebuah keputusan. Walau kadang masih ada rasa malas yang membuat saya enggan belajar. Ditambah lagi urusan saya bukan saja sekedar belajar (lagi). Tapi, pada akhirnya saya memilih untuk mengambil langkah.