Jujur saja, saya ini pemalu. Terutama sama anak cowok. Pasti selalu jaga jarak. Karenanya saya terkesan cuek dan acuh. Maka itu, saya jauh dari yang namanya sifat semacam menggoda orang. Bukan berarti saya tak bisa bercanda, tetapi saya butuh survey partner saya lebih dalam. Jika tipikalnya memang suka bercanda, maka saya pun bisa meladeni. Jika tidak, saya pun canggung untuk bercanda. Hasilnya, memang saya menjadi sosok yang fleksibel tingkat tinggi. Tergantung bagaimana lawan bicara saya.
Kebetulan anak cowok di kantor saya, sebagian besar, memang pecinta canda. Tiada hari bagi mereka tanpa bercanda. Entah caranya apa, yang jelas semua itu tujuannya cuma satu : bercanda.
Lama-lama bergaul dengan manusia macam itu, saya pun mulai ikut arus.
Suatu hari, seorang teman cowok saya datang untuk membicarakan soal pekerjaan (materi). Saya meladeni sewajarnya seorang rekan kerja. Kami membahas singkat soal materi tersebut, sambil diselingi canda-canda ringan. Tapi, tiba-tiba mulut saya terasa pahit. Saya pun melontarkan pertanyaan yang menyimpang dari pekerjaan.
"Punya permen nggak?"
Orang itu menggeleng.
"Nggak. Emangnya gue warung?!" ledeknya dengan lagak sok-sok ketus.
Dan, entah kenapa tiba-tiba saya pun menimpali.
"Tapi, kalo nomor telpon punya kan?" kata saya.
Dan reaksinya langsung heboh. Dia tertawa.
#eaaaaa~~
Tuesday, May 24, 2011
Tuesday, May 17, 2011
Buy Tickets Online
Sporting events, theatrical performances, or whatever it is, of course be a separate entertainment that can get rid of stress after seven days of the week used to work. However, buying a ticket on the spot is not a good choice. Many risk. Maybe you run out of tickets or a seat with the best view is already booked out to others. As one of the performances are also in demand, Celtic Woman. Celtic Woman Tickets To obtain a price and the best place, you can use our service to book tickets in advance. This is clearly more secure because you will not risk running out of tickets.
Or maybe you're one fan of circus performances; you also can buy Ringling Brothers Circus Tickets through our site. But for you fans of the concert, do not forget to watch many great concert performances from some famous artists such as Britney Spears, Chicago Bulls, Sade, Josh Groban or Rihana, and several other artist by buying United Center Tickets. Then, who has become a huge fan of the famous serial Glee? By purchasing the Nassau Coliseum Tickets, you can select an existing schedule to watch a live performance Glee! Plus there are also some other options such as New Kids on The Block or Disney Live.
As for fans of Cirque de Soleil: Zarkana, you can order Radio City Music Hall Tickets through our site to watch these shows. We serve you to get an impressive entertainment so you will never regret for having missed so many interesting events.
Or maybe you're one fan of circus performances; you also can buy Ringling Brothers Circus Tickets through our site. But for you fans of the concert, do not forget to watch many great concert performances from some famous artists such as Britney Spears, Chicago Bulls, Sade, Josh Groban or Rihana, and several other artist by buying United Center Tickets. Then, who has become a huge fan of the famous serial Glee? By purchasing the Nassau Coliseum Tickets, you can select an existing schedule to watch a live performance Glee! Plus there are also some other options such as New Kids on The Block or Disney Live.
As for fans of Cirque de Soleil: Zarkana, you can order Radio City Music Hall Tickets through our site to watch these shows. We serve you to get an impressive entertainment so you will never regret for having missed so many interesting events.
Sunday, May 15, 2011
#NOMENTION #NOOFFENSE
Tanpa bermaksud menyindir, atau bahasa kicaunya adalah #nomention, kerap kali saya merasa bahwa manusia itu banyak juga yang masuk ke dalam tipe licik. Entah bagaimana bentuk dan cara-cara yang digunakan, yang jelas sekali dua kali dia bisa menghujam kita dari belakang. Oh, terlalu sadis. Baiklah. Paling tidak dia akan “meninggalkan” kita, untuk sesuatu yang berbau kebahagiaan dirinya. Hati-hatilah.
Itu fakta. Realitas.
Banyak joker di balik topeng badut yang berkeliaran. Menyelinap di dalam nama pertemanan atau kolega, meluncurkan racun, lalu blash, jika tidak hati-hati maka kita yang menjadi korbannya.
Jangan pikirkan hal besar semacam penipuan materi. Materi bisa dicari. Tapi, sakit hati tak ada obatnya. Sekaya apa pun, sakit hati cuma akan menjadi luka yang tak mampu diobati, bahkan operasi oleh dokter kelas dunia. Kecuali iklas. Berusaha untuk pasrah dan setelah kejadian penikaman itu, berpikir dua kali untuk berhubungan lebih jauh dengan orang macam itu. Mungkin cuma ini treatment yang paling baik.
Memaafkan, tentu saja, melupakan? Tunggu dulu.
Bagai jaringan sel tumor, setiap momen merupakan sel-sel yang akan terus menempel dan dibawa sampai mati. Jadi, untuk melupakan akan selalu sulit.
Tapi, diatas semua itu, ada satu yang saya percaya juga merupakan treatment yang baik.
Yaitu, menulis.
Itu fakta. Realitas.
Banyak joker di balik topeng badut yang berkeliaran. Menyelinap di dalam nama pertemanan atau kolega, meluncurkan racun, lalu blash, jika tidak hati-hati maka kita yang menjadi korbannya.
Jangan pikirkan hal besar semacam penipuan materi. Materi bisa dicari. Tapi, sakit hati tak ada obatnya. Sekaya apa pun, sakit hati cuma akan menjadi luka yang tak mampu diobati, bahkan operasi oleh dokter kelas dunia. Kecuali iklas. Berusaha untuk pasrah dan setelah kejadian penikaman itu, berpikir dua kali untuk berhubungan lebih jauh dengan orang macam itu. Mungkin cuma ini treatment yang paling baik.
Memaafkan, tentu saja, melupakan? Tunggu dulu.
Bagai jaringan sel tumor, setiap momen merupakan sel-sel yang akan terus menempel dan dibawa sampai mati. Jadi, untuk melupakan akan selalu sulit.
Tapi, diatas semua itu, ada satu yang saya percaya juga merupakan treatment yang baik.
Yaitu, menulis.
Sunday, May 8, 2011
Kisah Sangkala 9/10
Sekali lagi saya diberi kesempatan untuk menonton sebuah drama musical lain. Kali ini berjudul Sangkala 9/10. Sebuah kisah yang diangkat berdasar fakta dan realitas kehidupan masyarakat Tionghoa dan Betawi pada jaman VOC dahulu. Menceritakan bahwa kekejaman VOC yang ingin membumihanguskan kaum Tionghoa dengan membawa kaum Betawi untuk menjadi anak buah dalam menyerang kaum berkulit putih tersebut. Namun, dalam drama musical ini, tentunya sudah melalui proses yang namanya perkembangan sehingga ditambahkan unsure-unsur komedi dan percintaannya, supaya penonton tidak terlalu “berat” mengikuti kisah yang berlatar belakang sebuah sejarah Batavia.
Bertempat di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, drama musical Sangkala 9/10 dipentaskan sebanyak lima kali dalam waktu tiga hari berturut-turut. Produsernya adalah Maudy Koesnaidi dan pemainnya merupakan pemuda-pemudi dari Ikatan Abang None Jakarta. Jadi, secara inti, drama musical ini memang diangkat oleh perkumpulan tersebut.
Ah, ya, Sangkala 9/10 itu sendiri memiliki makna dimana pada masanya, kaum Tionghoa habis di tangan VOA ketika sang matahari senja sedang bergerak turun. Terjadi pada tanggal 9 bulan 10 di tahun 1740. Berkat itulah Betawi dan Tionghoa bersatu untuk menghancurkan VOC itu sendiri.
Drama musical ini memiliki beberapa nilai plus di mata saya.
1. Cerita yang diangkat merupakan kisah sejarah yang mungkin banyak dari kaum muda masa kini yang sudah lupa pada bagian kisah yang mengukir kehidupan sekarang.
2. Sangkala memiliki penataan panggung yang sangat indah. Setting tempat benar-benar dibuat dengan baik. Ditambah lagi beberapa settingan mengandalkan daya otomatis yang canggih.
3. Visual Efek yang disuguhkan mampu membuat saya berdecak kagum.
4. Sangkala menyajikan beberapa potongan kisah dari narasi melalui sebuah lukisan di atas pasir yang sangat membuat saya terpukau.
5. Wardrobe dan desain kostumnya sangat apik.
6. Beberapa kelucuannya cukup menghibur saya di kala itu.
7. Penataan musik dan harmonisasi yang baik, membuat saya terkesan ketika musik yang secara live itu dimainkan. Terdiri dari tiga jenis musik, betawi, cina dan belanda.
8. Lighting yang cantik dan tidak terlalu berlebihan sangat pas untuk mewarnai setiap scene yang ada.
Namun, sebagaimana keseimbangan, drama musical ini pun memiliki beberapa kekurang yang bagi saya cukup mengganggu.
1. Banyak dialog yang saya rasa tak terlalu penting. Atau dengan kata lain, jika dialog itu dihapus, tak akan banyak berpengaruh banyak pada cerita. Karena dialog ini maka saya merasa drama musical ini terlalu bertele-tele.
2. Ada cukup banyak dialog yang menggunakan bahasa lain, Belanda dan Mandarin, tapi tidak ada pengertian dari itu. Sehingga saya yang sedang menikmati cerita menjadi terganggu dengan tidak mengerti artinya.
3. Panggung di Teater Jakarta sangat luas. Sayang, para pemain nyaris tidak memanfaatkan itu. Kebanyakan adegan panjang justru menggunakan sisi pinggir panggung sehingga ketika menonton rasanya timpang.
4. Setting tempat yang apik rupanya tidak bisa dilakukan secara cekatan. Hal itu membuat penonton menunggu cukup lama untuk sebuah pergantian scene.
5. Untuk ukuran drama musical, Sangkala 9/10 cukup minim dalam hal musiknya. Dalam artian, tak banyak tari dan nyanyi yang mengisi di cerita Sangkala tersebut.
Secara keseluruhan saya rasa drama musical ini cukup baik. Dan, yang penting bisa menjadi jembatan bagi kaum muda yang tidak pernah tau tentang kisah kelam di masa penjajahan dulu. Setidaknya drama ini masih bisa mewakili dan mengangkat kejadian tersebut dalam bentuk yang jauh lebih sederhana ketimbang buku sejarah.
Itu menurut saya. Tapi, saya acungin jempol untuk para pemain yang sudah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menyajikan drama musical yang menghabiskan waktu nyaris tiga jam setengah! Hahaha~~
Bertempat di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, drama musical Sangkala 9/10 dipentaskan sebanyak lima kali dalam waktu tiga hari berturut-turut. Produsernya adalah Maudy Koesnaidi dan pemainnya merupakan pemuda-pemudi dari Ikatan Abang None Jakarta. Jadi, secara inti, drama musical ini memang diangkat oleh perkumpulan tersebut.
Ah, ya, Sangkala 9/10 itu sendiri memiliki makna dimana pada masanya, kaum Tionghoa habis di tangan VOA ketika sang matahari senja sedang bergerak turun. Terjadi pada tanggal 9 bulan 10 di tahun 1740. Berkat itulah Betawi dan Tionghoa bersatu untuk menghancurkan VOC itu sendiri.
Drama musical ini memiliki beberapa nilai plus di mata saya.
1. Cerita yang diangkat merupakan kisah sejarah yang mungkin banyak dari kaum muda masa kini yang sudah lupa pada bagian kisah yang mengukir kehidupan sekarang.
2. Sangkala memiliki penataan panggung yang sangat indah. Setting tempat benar-benar dibuat dengan baik. Ditambah lagi beberapa settingan mengandalkan daya otomatis yang canggih.
3. Visual Efek yang disuguhkan mampu membuat saya berdecak kagum.
4. Sangkala menyajikan beberapa potongan kisah dari narasi melalui sebuah lukisan di atas pasir yang sangat membuat saya terpukau.
5. Wardrobe dan desain kostumnya sangat apik.
6. Beberapa kelucuannya cukup menghibur saya di kala itu.
7. Penataan musik dan harmonisasi yang baik, membuat saya terkesan ketika musik yang secara live itu dimainkan. Terdiri dari tiga jenis musik, betawi, cina dan belanda.
8. Lighting yang cantik dan tidak terlalu berlebihan sangat pas untuk mewarnai setiap scene yang ada.
Namun, sebagaimana keseimbangan, drama musical ini pun memiliki beberapa kekurang yang bagi saya cukup mengganggu.
1. Banyak dialog yang saya rasa tak terlalu penting. Atau dengan kata lain, jika dialog itu dihapus, tak akan banyak berpengaruh banyak pada cerita. Karena dialog ini maka saya merasa drama musical ini terlalu bertele-tele.
2. Ada cukup banyak dialog yang menggunakan bahasa lain, Belanda dan Mandarin, tapi tidak ada pengertian dari itu. Sehingga saya yang sedang menikmati cerita menjadi terganggu dengan tidak mengerti artinya.
3. Panggung di Teater Jakarta sangat luas. Sayang, para pemain nyaris tidak memanfaatkan itu. Kebanyakan adegan panjang justru menggunakan sisi pinggir panggung sehingga ketika menonton rasanya timpang.
4. Setting tempat yang apik rupanya tidak bisa dilakukan secara cekatan. Hal itu membuat penonton menunggu cukup lama untuk sebuah pergantian scene.
5. Untuk ukuran drama musical, Sangkala 9/10 cukup minim dalam hal musiknya. Dalam artian, tak banyak tari dan nyanyi yang mengisi di cerita Sangkala tersebut.
Secara keseluruhan saya rasa drama musical ini cukup baik. Dan, yang penting bisa menjadi jembatan bagi kaum muda yang tidak pernah tau tentang kisah kelam di masa penjajahan dulu. Setidaknya drama ini masih bisa mewakili dan mengangkat kejadian tersebut dalam bentuk yang jauh lebih sederhana ketimbang buku sejarah.
Itu menurut saya. Tapi, saya acungin jempol untuk para pemain yang sudah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menyajikan drama musical yang menghabiskan waktu nyaris tiga jam setengah! Hahaha~~
Wednesday, May 4, 2011
Mi Instant Warung VS Mi Instant Rumahan
Untuk postingan kali ini, saya pengin membicarakan mengenai sebuah hal yang buat saya pribadi masih merupakan hal yang agak-agak gaib. Bukan ke arah mistis sih sebenarnya, cuma sampai sekarang pun saya nggak tau kenapa bisa begitu.
Jadi begini.
Pertama saya kan terkenal malas. Kalau sudah malas, tapi perut berontak minta diisi panganan, biasanya saya bakal berhadapan dengan pilihan memasak mi instant. Selain cepat dan mudah dalam menyajikannya, rasanya pun tiada duanya. Kalau nggak ingat efek sampingnya yang kurang bagus untuk tubuh, mungkin saya akan mengkonsumsi makanan itu setiap hari sampai mual sendiri.
Mi instant ini, meski rasanya lezat, ternyata punya perbedaan yang cukup signifikan dalam soal rasa, terutama disebabkan oleh faktor-faktor siapa yang memasaknya.
Kerap kali saya membuat mi instant yang rasanya mendekati pas-pasan, atau pernah juga rasanya bikin mual dan membuat saya memutuskan untuk nggak melahap habis satu bungkusnya itu. Tapi, begitu saya pergi ke warung-warung emperan yang menjual mi instant dan secangkir kopi hitam panas, rasa dari mi instant itu serasa berubah menjadi seperti mi buatan restoran kelas hotel lima. Nggak tau kenapa. Padahal dimasaknya pun menggunakan air dan segala perabotan yang sama dengan apa yang saya punya di rumah. Kelengkapan isinya pun terkadang sama dengan yang saya buat sendiri di rumah, telor, cabe dan potongan sayuran hijau yang segar.
Tapi, rasanya beda!
Itulah kenapa saya masih lebih suka mengeluarkan uang lima ribu untuk menjajal mi instant buatan warung ketimbang mengeluarkan uang dua ribu rupiah untuk membeli mi instant yang masih mentah.
Tapi, memang lebih baik jangan keseringan menyantap makanan yang satu ini, sih.
Jadi begini.
Pertama saya kan terkenal malas. Kalau sudah malas, tapi perut berontak minta diisi panganan, biasanya saya bakal berhadapan dengan pilihan memasak mi instant. Selain cepat dan mudah dalam menyajikannya, rasanya pun tiada duanya. Kalau nggak ingat efek sampingnya yang kurang bagus untuk tubuh, mungkin saya akan mengkonsumsi makanan itu setiap hari sampai mual sendiri.
Mi instant ini, meski rasanya lezat, ternyata punya perbedaan yang cukup signifikan dalam soal rasa, terutama disebabkan oleh faktor-faktor siapa yang memasaknya.
Kerap kali saya membuat mi instant yang rasanya mendekati pas-pasan, atau pernah juga rasanya bikin mual dan membuat saya memutuskan untuk nggak melahap habis satu bungkusnya itu. Tapi, begitu saya pergi ke warung-warung emperan yang menjual mi instant dan secangkir kopi hitam panas, rasa dari mi instant itu serasa berubah menjadi seperti mi buatan restoran kelas hotel lima. Nggak tau kenapa. Padahal dimasaknya pun menggunakan air dan segala perabotan yang sama dengan apa yang saya punya di rumah. Kelengkapan isinya pun terkadang sama dengan yang saya buat sendiri di rumah, telor, cabe dan potongan sayuran hijau yang segar.
Tapi, rasanya beda!
Itulah kenapa saya masih lebih suka mengeluarkan uang lima ribu untuk menjajal mi instant buatan warung ketimbang mengeluarkan uang dua ribu rupiah untuk membeli mi instant yang masih mentah.
Tapi, memang lebih baik jangan keseringan menyantap makanan yang satu ini, sih.
Monday, May 2, 2011
Pendidikan (Bukan) Sampah
Selamat hari pendidikan nasional.
Meresapi kata-kata pendidikan nasional, terkadang saya masih merasa miris dengan pendidikan di Indonesia. Selain kata mahal, entah kenapa banyak anak yang kurang—cenderung tidak, malah—menghargai makna dari pendidikan. Mungkin bagi mereka pendidikan hanya secuil harta yang bisa mereka beli dengan uang. Sehingga tak perlu bersusah payah untuk membuang-buang waktu terhadap satu hal bernama sekolah atau kuliah.
Jika mendengar adik saya bercerita mengenai teman-temannya yang tidak naik kelas, atau sama sekali tidak belajar dan seringkali mangkir dari jam belajar, kadang saya suka mencibir terhadap mereka. Kok ya enak banget bersikapnya? Masih bagus punya orangtua yang mampu membiayai pendidikan yang mahal, tapi mereka malah menyia-nyiakannya dengan memilih bersenang-senang dengan teman yang lain, ramai-ramai membolos, atau ramai-ramai membuat ulah. Seakan, tanpa melakukan hal-hal semacam itu, namanya tidak eksis sebagai seorang pelajar.
Memangnya sekolah mahal-mahal untuk berjuang mendapatkan eksis?
Okelah, jika eksis karena otak cemerlang, tapi tidak malukah jika eksis karena kasus berderet di dalam list buku?
Entah apa yang terjadi pada anak-anak sekolah jaman sekarang.
Sementara di belahan lain, banyak orang yang mengharapkan sekolah dan bisa duduk di bangku gedung yang nyaman untuk belajar, tetapi tidak bisa. Orangtua tak punya uang, gedung sekolah justru malah mau digusur tanpa kepedulian dari pemerintah setempat, atau persengketaan tanah bangunan gedung sekolah yang ujung-ujungnya diributkan karena masalah uang. Apalah arti semua itu?
Sekolah memang tidak menjamin masa depan seseorang untuk melanjutkan hidup. Tapi, setidaknya pantaslah kita yang mengenyam pendidikan hingga jauh sampai ke negri orang, untuk bersyukur bahwa kita masih bisa mengenyam ilmu dengan fasilitas yang lebih dari kata cukup.
Saya hanya berharap, hari pendidikan nasional ini bisa membuat para pelajar sedikit demi sedikit mulai menghargai arti sebuah pendidikan. Jika tidak, maka hancur sudah negri ini.
Meresapi kata-kata pendidikan nasional, terkadang saya masih merasa miris dengan pendidikan di Indonesia. Selain kata mahal, entah kenapa banyak anak yang kurang—cenderung tidak, malah—menghargai makna dari pendidikan. Mungkin bagi mereka pendidikan hanya secuil harta yang bisa mereka beli dengan uang. Sehingga tak perlu bersusah payah untuk membuang-buang waktu terhadap satu hal bernama sekolah atau kuliah.
Jika mendengar adik saya bercerita mengenai teman-temannya yang tidak naik kelas, atau sama sekali tidak belajar dan seringkali mangkir dari jam belajar, kadang saya suka mencibir terhadap mereka. Kok ya enak banget bersikapnya? Masih bagus punya orangtua yang mampu membiayai pendidikan yang mahal, tapi mereka malah menyia-nyiakannya dengan memilih bersenang-senang dengan teman yang lain, ramai-ramai membolos, atau ramai-ramai membuat ulah. Seakan, tanpa melakukan hal-hal semacam itu, namanya tidak eksis sebagai seorang pelajar.
Memangnya sekolah mahal-mahal untuk berjuang mendapatkan eksis?
Okelah, jika eksis karena otak cemerlang, tapi tidak malukah jika eksis karena kasus berderet di dalam list buku?
Entah apa yang terjadi pada anak-anak sekolah jaman sekarang.
Sementara di belahan lain, banyak orang yang mengharapkan sekolah dan bisa duduk di bangku gedung yang nyaman untuk belajar, tetapi tidak bisa. Orangtua tak punya uang, gedung sekolah justru malah mau digusur tanpa kepedulian dari pemerintah setempat, atau persengketaan tanah bangunan gedung sekolah yang ujung-ujungnya diributkan karena masalah uang. Apalah arti semua itu?
Sekolah memang tidak menjamin masa depan seseorang untuk melanjutkan hidup. Tapi, setidaknya pantaslah kita yang mengenyam pendidikan hingga jauh sampai ke negri orang, untuk bersyukur bahwa kita masih bisa mengenyam ilmu dengan fasilitas yang lebih dari kata cukup.
Saya hanya berharap, hari pendidikan nasional ini bisa membuat para pelajar sedikit demi sedikit mulai menghargai arti sebuah pendidikan. Jika tidak, maka hancur sudah negri ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)