Kalau kata orang, hidup itu banyak hal menariknya. Ada teka-teki, ada kejutan.
Di sisi inilah saya bertemu dia.
Sebenarnya, kalau sekarang dikatakan sebagai teman, saya akan menyanggah kuat-kuat. Kami, saya dan dia, masih murni stranger. Orang asing. Tapi, entah karena isi kepala saya penuh dengan imajinasi atau karena tertarik pada detail yang sebenarnya bagi sebagian orang tidaklah penting, sampai sekarang saya masih sedikit takjub. Atau kalau mau disederhanakan, terheran-heran.
Semua itu dimulai ketika saya mulai mengikuti kelas Simulasi Ujian Kemampuan Bahasa Jepang yang diadakan di Japan Foundation. Awal-awal kelas, memang tak ada sesuatu yang menarik kecuali beberapa kosakata baru yang saya dapatkan (yah, memang itu, kan, slaah satu tujuan kelas ini dibuka). Di minggu ke sekian, saya juga masih berhadapan dengan situasi yang sama. Hanya saja, waktu itu dalam perjalanan menuju tempat parkir yang letaknya di Plaza Senayan, saya harus melihat punggung seseorang yang berjalan lebih cepat beberapa meter di depan saya. Yang saya sadari kemudian bahwa orang itu adalah salah satu peserta kelas.
Saya akui, saya datang ke kelas itu setiap minggunya, hanya untuk belajar. Saya tidak menjalin pertemanan, saya juga tidak banyak bicara dengan siapa pun. Murni karena memang ingin belajar saja. Jadi, ketika saya disuguhi punggung dari orang yang setiap minggunya ada di kelas yang sama, saya tetap menjaga jarak dan memilih diam. Apalagi dia juga melakukan hal yang sama. Dia hanya diam, meski saya tau dia sempat menoleh ke arah saya. Mungkin berpendapat sama. Oh, siswa dari kelas yang sama.
Kejadian berikutnya, berlangsung sewajarnya. Saya datang ke kelas. Dia juga datang ke kelas. Saya sibuk melamun sebelum kelas mulai, dia sibuk dengan mencari teman ngobrol. Yang jelas bukan saya. Tapi, entah kenapa, keberadaannya tetap mendapat tempat di mata saya.
Hingga akhirnya saya sempat absen tidak masuk kelas karena sakit.
Waktu itu saya sama sekali tak berpikir apa pun. Bahkan secuil tentang dia pun tidak. Saya hanya terbaring di rumah, memikirkan bagaimana saya menyia-nyiakan satu jam setengah yang bisa saya gunakan untuk mempelajari materi Noryouku Shiken. Untungnya, pihak Japan Foundation tetap memberikan muridnya kopian materi, meski yang bersangkutan tidak masuk hari itu. Jadilah, minggu berikutnya, saya menagih hak saya itu.
Seusai kelas, saya mendekati Sensei, bermaksud meminta materi. Ada satu anak lain dan juga dia, yang maju ke meja Sensei. Saya pikir mereka berdua hanya ingin diskusi dengan Sensei. Tapi, yang saya dengar adalah (terutama dari dia) bahwa mereka sakit.
Saat itu saya sebenarnya sedikit bengong.
Kok, bisa, ya, sakitnya barengan?
Dan, demi materi itu, kami pun terpaksa menunggu Sensei mengkopikan lembaran materi. Tapi, diantara saya dan dia tetap tak terjalin obrolan. Dia hanya sibuk mondar-mandir. Saya sibuk, mengobrol dengan beberapa cewek yang ada di sana. Biar begitu, saya bisa merasakan bahwa ada kalanya mata kami bertemu.
Selesai semua kejadian-kejadian itu, saya pun tak banyak berpikir lagi. Yang ada dalam kepala saya cuma cara menghapal kanji. Apa sebaiknya saya menelan ampas kanji yang sudah dibakar, atau dalam kondisi mentah-mentah. Tapi, saya tidak memilih keduanya. Saya milih pasrah. Hingga harinya tiba. Pagi itu saya bangun terlalu pagi. Bersiap-siap dan langsung menembus udara dengan kendaraan. Saya paksakan diri menelan dua porsi kopi, cuma demi membuka pori-pori otak.
Jalanan masih lengang. Saya juga tiba satu jam lebih cepat dari waktu yang diharuskan. Sampai di Kampus Unsada, saya langsung mencari ruangan sesuai dengan kartu ujian punya saya. Di sana, saya sempat bertemu teman. Ngobrol sedikit, tanpa mengungkit si kanji atau bunpou apa pun. Lalu, saya memutuskan untuk kembali ke tempat duduk saya saja. Mungkin sisa waktu akan memaksa otak saya mengingat sedikit grammar yang bisa saya bawa.
Saat itulah, kelas mulai ramai. Tak ada yang mengejutkan saya, kecuali dia. Dia masuk ke kelas yang sama dengan saya, tampak mencari-cari nomor kursinya, dan....
Dia mendaratkan pantat di kursi di sebelah saya!
Spontan saya melongo. Ini mungkin lebaynya saya, ya. Tapi, tanpa bisa saya kendalikan, saya merasa ada sesuatu yang pantas ditertawakan, meski tidak lucu, juga pantas dipertanyakan, meski tidak akan ada jawabannya. Apa pun itu, saya merasa ada sesuatu yang menggelitik.
Ditambah lagi, setelah tujuh kali kami saling tau keberadaan masing-masing, tanpa sekali pun bicara, akhirnya saat sebelum ujian itulah dia baru menyapa saya. Ya, cuma sapaan basa-basi dan mengobrol sedikit, sebelum akhirnya kembali serius dengan persiapan ujian. Karena tegang, saya pun mengacuhkan dia. Terpaksa, kok. Soalnya, meski saya berusaha membaca kembali materi yang ada, otak saya keburu tersumbat.
Mungkin bagi orang lain, entah apanya yang layak untuk dipikirkan, apalagi dipertanyakan. Tapi, bagi saya, ada sesuatu yang menggoda saya untuk memikirkan hal ini. Bukan, bukan karena ada perasaan atau apa. Ini tidak mencapai tahap semacam suka. Hanya saja, benar-benar karena saya merasa ada sesuatu yang..., ah, saya nggak tau bagaimana mendeskripsikannya dalam kata-kata. Bahkan saya sendiri tidak berencana menuliskannya dalam blog. Cuma, tanpa saya bisa jelaskan juga, tiba-tiba otak saya sudah memerintahkan untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan.
Yang jelas, dia itu adalah hal misterius yang mengejutkan dalam pengalaman saya.
Dan, saya senang mengalaminya.
note :
Kalau dia sampai baca tulisan saya, saya cuma mau bilang 'hai' saja, kok. Hahaha. Saya memang nggak tau mau bilang apa sama dia.
Haruskah saya beberkan namanya? Inisial mungkin -E-
17 comments:
Cieee, hehehe...
Wah mbak lulusan darma persada ya? :D
mungkin itulah sesuatu yg kadang datang dengan cara tak biasa hehehe
Nah. Inilah menariknya hidup. :D
Saya pengen bilang sih, "jodoh siapa yang tahu" tapi takutnya ini bukan tentang jodoh... ^^
Ah ya.. dan aku tergoda utk mengetahui ending dari kisah misterius ini.
Selamat siang Clara... sedang berbahagia dan sehat kan? :p
hm.... seperti kata mba Reni... aku juga dapat merasakan sesuatu yang berbinar di dalam hati mba Clara saat ini. Exciting but curious, bener ga mba? anyhow, have a great Sunday ya.... ditunggu cerita selanjutnya...
mmm... memang suka bikin sesuatu yaa.. sesuatu itu :)
kayaknya ada "sesuatu" tuh gan...hehe..
Ane jadi kepikiran "sesuatu"
eheem, smoga happy ending yaa.. spt kisah novel Clara;)
Edi atau Eri? hhehehe...
wah menarik nih mb'~
ditunggu lanjutannya ^^
Mba, ga ada kebetulan yang kebetulan lho.. :)
eh ternyata kamuuhh
salam kenal ya mbak. artikelnya banyak yang menarik
Desain Rumah Minimalis
Wah, bagus sekali artikelnya.!
“Alasan kenapa seseorang tak pernah meraih cita-citanya adalah karena dia tak mendefinisikannya, tak mempelajarinya, dan tak pernah serius berkeyakinan bahwa cita-citanya itu dapat dicapai” (Dr Denis Waitley )"
makasih gan infonya
ditunggu kunjungan baliknya gan
Post a Comment