Penderita Autis bukanlah anak-anak tanpa bakat. Saya percaya bahwa mereka selalu punya 'sesuatu' yang bisa ditunjukkan pada banyak orang dari sekedar bahwa kenyataan mereka memiliki dunia sendiri yang berbeda dari kebanyakan orang.
Dan, lagi-lagi Korea menyentuh saya melalui karya mereka.
Sebuah film yang didistribusikan oleh cineline ini, mengangkat kisah nyata seorang penderita Autis bernama Bae-Hyong Jin. Kisah yang diceritakan secara visualisasi berdurasi 117 menit ini memberikan sebuah pelajaran tentang sisi dari seorang penderita Autis. Bukan untuk melecehkan, tetapi untuk memperlajari bagaimana sebenarnya penderita Autis itu. Dan, buat saya pribadi yang bisa dibilang awam dengan para penderita, banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini. Ada hal yang semula tidak saya ketahui tentang Autis, kemudian saya pun menjadi paham bahwa anak Autis akan bersikap sebagaimana dia di didik. Mungkin, bisa dikatakan seperti itulah kurang lebihnya.
Film ini berjudul MARATHON.
Bercerita tentang seorang penderita Autis, bernama Cho Won, yang sangat menyukai berlari. Dia tinggal bersama Ibu dan seorang adik lelakinya yang normal. Semula, sang Ibu digambarkan pasrah dengan kondisi Cho Won yang lebih hiperaktif, cenderung sulit diatur dan senang dengan dunianya sendiri. Bahkan saking putus asanya, terutama ketika sang Ayah akhirnya meninggalkan keluarganya, Ibu Cho Won ini pun pernah melepaskan gandengan tangan Cho Won sewaktu di kebun binatang hingga Cho Won tersesat.
Tapi, seiring berjalannya waktu, sang Ibu pun berusaha tegar dan tetap mendidik Cho Won agar menjadi anak yang bisa dibanggakan. Salah satunya dengan mengikutsertakan Cho Won dalam kompetisi lari. Di sana, Cho Won merasa senang dan dia pun mendapatkan juara kedua. Sejak itulah, Cho Won pun dididik sang Ibu untuk mengikuti kompetisi marathon yang lebih besar dengan mencarikan seorang pelatih untuknya. Apalagi, Cho Won pun menyukai berlari. Setidaknya, setiap kali sang Ibu bertanya, "Cho Won, apa kamu suka berlari?" lalu Cho Won akan menjawab, "Iya, suka."
Dengan usaha keras sang Ibu mencarikan pelatih, akhirnya seorang mantan pelari pun mau mendidik Cho Won untuk siap terjun ke kompetisi marathon itu. Tapi, bermula dari sanalah, perlahan-lahan sang Ibu menyadari bahwa ada sedikit kesalahan dalam cara dia mengajar dan mendidik Cho Won. Bahwa ternyata, selama ini, dididikannya hanyalah untuk memuaskan keinginan sang Ibu, yaitu tidak malu memiliki anak meski dia seorang penderita Autis.
Meski pada akhirnya, sang Ibu pun benar-benar dibuat bangga oleh Cho Won karena prestasi berlarinya.
Kisah yang mengharu biru antara Ibu dan Anak ini bisa menjadi inspirasi bagi kita untuk lebih mengetahui bahwa mendidik anak Autis bukan berarti harus memaksakan kehendak pribadi saja. Bahwa penderita Autis pun harus dididik untuk peka dengan hal-hal yang diluar dugaan supaya mereka bisa benar-benar melebur dengan masyarakat luas secara utuh. Bahwa bukan untuk memuaskan keinginan pribadi, lantas anak bisa dijadikan alat.
Mereka manusia. Bukan boneka. Bahkan penderita Autis pun yang lebih spesial ketimbang kita.
Film Marathon sangat layak ditonton meski agak menye-menye sedikit, karena banyak pelajaran yang bisa dipetik, juga motivasi untuk menghadapi hidup ini dengan lebih baik.
Dan, tentunya tak lupa mengajak kita untuk bersyukur atas apa yang sudah ada di hidup kita.
picture taken from http://www.avistaz.com/wp-content/uploads/2007/10/malaton.jpg
15 comments:
Filmnya pasti keren penuh makna,, low mau di download dmana k?
ada URL donlotnya gak?? aku juga pengen nonton nih
@wawank dan @indrahuazu kalau mau donlod, bisa ambil di indowebster. hehehe~ aku sih donlod dari sana.
oalah bisa dari indowebster ah tapi lagi lemoot
sarat makna....kebetulan ada tetanggaku anaknya autis dan dia luar biasa cerdas ^^
mrk biasanya sangat special diluar segala keterbatasannya :)
Belum nonton tapi pasti akan ku cari dvd nya...satu lagi pelajaran bagus...
pilem baru atau lama ni mba?
kalo ada link downlodnya kasihken saya ya hehe
keterbatasan kadang buat orang lebih kreatif ye :)
bener2 suka nonton ya..saya malah jarang banget liat film.
Lah tadi mau nulis apaan yak? lupa jadinya, oh iya...
untuk teman-teman sekalian untuk mencoba tidak lagu menggunakan kata autis sebagai joke, hinaan bercanda, sebutan untuk orang yang asik sendiri dan lain-lain.
Karena kita gak tahu bagaimana beratnya memiliki keluarga autis, dan mengetahui diluar sana orang2 menggunakan kata Autis sebagai lucu-lucuan, rasanya sangat menyesakan.
jadi pengen liat..
Kayanya pilemnya bagus, jadi penasaran nyari DVD nya
wah, aku tertarik nih sama film beginian
secara, adikku juga punya keterbatasan, meskipun tak sama...
jadi inget sama filmnya sean pean itu
ceritanya sangat mangandung makna yang luar biasa,,
makasih banyak gan
Post a Comment