Feeling bored with routine and wants to play games? Playing games is one good therapy to get rid of fatigue that exists. By playing games, the human brain still trained to think, but with a more relaxed way. However, most of the links to play games online too heavy to be accessed. In addition, very rarely there are games that can play two people at once. Unlike Boxhead 2 which can be played by two players at once. Very nice and can restore the spirit to indulge.
Through this link, not just one or two games available. Various kinds of interesting games that can entertain are available here. One is the Age of War are reserved for game lovers of war. It does not require a long time to get into this game connection. Next, you can surf in a tense game in the world.
But, it turns out other advantages in addition to the many games available; the link on this one also provides compensation for people who help him. Like most people aim to have a blog, through this link we can also blogging for money. Of course this makes us more easily and quickly in making money than to find a job that seemed much more difficult.
Monday, December 27, 2010
Friday, December 24, 2010
It's Christmas Time
We wish you a merry Christmas ...
We wish you a merry Christmas ...
Akhirnya inilah yang dinanti-nantikan, sebuah hari tentang kelahiran Tuhan Yesus yang lebih dikenal sebagai hari Natal. Di penghujung tahun 2010, sebuah kedamaian baru telah datang bersama dengan hadirnya Yesus. Tak lengkaplah rasanya jika Natal tidak dilalui dengan misa di gereja lalu menjalaninya bersama orang terkasih (keluarga). Tapi, Natal kali ini saya tidak akan melaluinya bersama orangtua karena saya dan adik saya berada di Jogja sementara orangtua akan ber-Natalan di Jakarta sambil menunaikan tugas pelayanan mereka di gereja.
Jadi, long weekend liburan yang saya punya ini, saya habiskan di Jogja. Cuma 3 hari. Setelah itu saya akan kembali kerja seperti biasa. Tapi, nanti saya akan posting bagaimana liburan Natal saya di kota gudeg itu.
Selamat hari Natal, kawan (bagi yang merayakan). Semoga damai Natal selalu besertamu.
Selamat berliburan dan menikmati hari luangmu untuk bersenang-senang.
Tuhan Yesus memberkati ^^
Saturday, December 18, 2010
Taegukgi : The Brotherhood War
Kenapa harus ada perang?
Itu yang tercetus dalam benak saya sewaktu menonton film ini. Taegukgi, sebuah film Korea yang sebenarnya sudah beredar sangat lama, yaitu pada February 2004 dan kemudian muncul di USA pada bulan September di tahun yang sama. Sayangnya, saya baru bisa menonton film ini di penghujung tahun 2010 xD
Taegukgi merupakan film berlatarkan sejarah perang antara Korea Selatan dan Korea Utara. Melalui kisah ini, kita diajak masuk ke dua dimensi, yaitu tahun 2004 dan tahun 1950, dimana masa-masa itu masyarakat Korea Selatan (Seoul) dikejutkan dengan berita bahwa perang akan meledak.
Permulaan kisah dibuka dengan sebuah evakuasi jenazah tulang belulang oleh para tentara masa kini, yang menginginkan supaya jenazah tulang belulang tentara pada jaman perang meletus itu bisa disemayamkan dengan lebih pantas. Dari sana juga, tim evakuasi menemukan data bahwa seorang mantan tentara bernama Lee Jin Seok masih hidup. Dan, begitu dikonfirmasi, muncullah kakek tua yang memang mengaku bahwa dia benar-benar Lee Jin Seok. Dia masih hidup.
Lalu, scene berganti ke tahun 1950, Seoul. Diperlihatkan dua orang pria yang saling menyebutkan "semir sepatu" sebagai kode yang menunjukkan bahwa keduanya sangat akrab. Mereka adalah Lee Jin Tae (Jang Dong Gun) dan adiknya, Lee Ji Seok (Won Bin). Sampai suatu hari, Ji Seok datang ke tempat semir sepatu kakaknya itu dengan wajah cemas.
"Perang akan meletus." Begitulah berita yang dia bawa.
Masyarakat pun berbondong-bondong mengemasi barang masing-masing untuk mengungsi. Ji Seok dan Jin Tae pun tak ketinggalan. Bersama Ibu dan seorang tunangan Jin Tae yang bernama Young Shin, serta ketiga adiknya yang masih kecil-kecil, mereka segera mengungsi menuju daerah yang sekiranya aman. Tapi, di sana justru tentara Korea mengumbar pengumuman bahwa setiap pria yang berusia 18 - 30 tahun wajib bergabung untuk perang. Jin Seok yang masih berusia 18 tahun pun terpaksa ikut. Jin Tae yang tak suka adiknya ikut perang, berusaha melawan tentara itu, tetapi hasilnya nihil. Keduanya justru malah terjebak dan ikut ke dalam perang.
Pertumpahan darah, orang-orang mati dengan mudah, orang-orang sekarat, bom, kelaparan bahkan kehausan, langsung menjadi santapan Jin Seok dan Jin Tae sehari-hari selama di camp peperangan. Tapi, semangat Jin Tae untuk mengembalikan Jin Seok ke rumah dan sekolah lagi, tidak membuatnya gentar dan menyerah. Justru Jin Tae selalu berusaha menjadi tentara terbaik supaya bisa meminta kebebasan dari komandannya untuk memulangkan Jin Seok ke rumah. Sayangnya, Jin Seok sama sekali tidak menyukai ide Jin Tae. Dia ingin tetap bersama hyung-nya bahkan kalau memang mereka harus berada di camp peperangan terus. Semua itu membuat Jin Seok marah pada Jin Tae dan semakin membuat Jin Tae tak segan-segan mengambil resiko besar untuk menghancurkan lawan.
Tapi, larut dalam obsesinya untuk menjadi yang terbaik, membuat karakter Jin Tae yang penyayang itu perlahan berubah. Hingga Jin Seok sendiri menjadi benci dengan kakaknya itu.
Sampai suatu ketika Jin Seok ditahan dalam sebuah sel. Sementara Jin Tae terus berusaha membujuk komandannya untuk memulangkan Jin Seok. Ternyata saat itu musuh sudah semakin mendekat. Tiba-tiba bom meledak dan membakar hangus sel tempat Jin Seok dipenjara. Jin Tae pun tak peduli pada hujan peluru. Dia cuma mau menemukan Jin Seok dan menyelamatkan adiknya itu. Tapi, semua terlambat. Dia cuma bisa melihat api melahap habis sel tersebut. Dari sanalah, Jin Tae menduga Jin Seok telah mati. Dia pun marah pada sang komandan dan membunuh orang itu tanpa ampun.
Jin Tae tidak tahu kalau Jin Seok berhasil diselamatkan dan sedang menunggu kepulangannya ke rumah di sebuah pengungsian yang aman. Tapi, kemudian begitu dia mendengar berita bahwa Jin Tae tiba-tiba masuk ke dalam tim musuh, Jin Seok pun kembali ke medan perang guna bertemu dengan kakaknya.
Berhasilkah Jin Seok bertemu dengan Jin Tae?
Taegukgi ini merupakan salah satu film yang cukup sadis. Tidak. Bahkan sadis banget buat saya. Tak segan-segan diperlihatkannya gambar potongan tubuh yang pecah akibat bom meledak, orang yang bunuh diri dengan menembak kepala dan otaknya bercecer, lalu yang juga sadis banget adalah ketika Jin Tae membunuh si komandan.
Sedikit melirik, sebenarnya Taegukgi tak berbeda jauh dengan film punya Indonesia sendiri, yaitu Merah Putih. Sayangnya, apa yang saya lihat di Taegukgi tidak saya dapatkan di Merah Putih. Di sinilah perang itu sebenarnya tersaji dalam dimensi lain yang tak kita jangkau langsung. Dan, kalau nonton Taegukgi ini, siapin tissue aja. Kali-kali mendadak mata menjadi basah.
note : picture taken from wikipedia
Monday, December 13, 2010
E.L.E.G.I H.A.T.I
Jujurnya, dia lelah.
Seluruh tubuhnya, setiap bagian dari organnya, bahkan utas-utas syaraf itu pun terasa lelah. Jika dia bisa, dia ingin memenuhi permintaan hati. Dia bilang, dia ingin manusia tahu bahwa keberadaannya tak layak dilirik. Cukup dirasakan. Namun, harapan itu hanya akan bias, sama seperti indera perasa yang tak akan mampu menyentuh permukaan hati seutuhnya.
Ketika lelah, seharusnya beristirahat.
Tapi, kelelahan itu justru membangkitkan monster yang selama ini tidur nyenyak di dalam gua tanpa raga itu. Dia berontak, kenapa tidak ada seorang pun yang membuatnya merasa nyaman di sana? Desakan-desakan itu seolah memaksakannya menjadi semakin liar, padahal monster itu ingin menjadi malaikat. Cetusan itu mengalir begitu jernih dan polos seperti anak kecil yang ingin menjadi dokter. Tanpa pernah tahu situasi apa yang menunggu di masa depannya.
Dia yang berkata sendiri. Dia yang melanggar sendiri.
Dan, dia cuma memohon pada situasi. Dia ingin berdamai dengannya. Tolong, jangan desak dia.
picture taken from
Saturday, December 11, 2010
Gemuruh Itu Bernama Amarah
debum..., debum..., bunyinya seperti itu.
Dan, gertakannya menggetarkan rongga dada. Hanya saja kamu terhalang oleh satu dan lain hal. Maka itu, matamu pun tertutup untuk bisa merasakan sinyal-sinyal yang ada. Tapi, tahukah kamu ketika gemuruh bernama amarah itu melanda, sekuat tenaga saya berlari.
Karena saya tidak ingin kehilangan kesempatan.
Dan, gertakannya menggetarkan rongga dada. Hanya saja kamu terhalang oleh satu dan lain hal. Maka itu, matamu pun tertutup untuk bisa merasakan sinyal-sinyal yang ada. Tapi, tahukah kamu ketika gemuruh bernama amarah itu melanda, sekuat tenaga saya berlari.
Karena saya tidak ingin kehilangan kesempatan.
Friday, December 10, 2010
Rasa Itu Seperti Kopi Sore Hari
Dan, sore itu diisi dengan duduk-duduk sambil bertukar cerita bersama seorang teman, di kedai kopi. Coffee Toffee. Dengan cream yang sangat lembut. Sementara manisnya hazelnut dan kopinya melebur menjadi satu di lidah, menemani tiap kata yang keluar.
Lalu, inilah hasilnya. Beberapa jepretan hasil karya saya sendiri yang masih amatiran.
Lalu, inilah hasilnya. Beberapa jepretan hasil karya saya sendiri yang masih amatiran.
Thursday, December 9, 2010
Kehidupan Kota Tua
Kalau kisah bermula dari Kota Tua, maka kisah akan kembali pada Kota Tua.
Dari dulu, salah satu tempat wisata andalan yang sangat Jakarta itu, selalu saja menjadi pusat perhatian. Baik dari angle para pembidik kamera, atau penikmat sesuatu yang vintage. Nuansanya yang kental dengan sesuatu yang berbau "jadul" seolah memiliki daya magis tersendiri yang membuat siapa pun betah berada di sana. Bahkan kemagisannya itu mampu menarik minat banyak orang untuk menjadikan Kota Tua sebagai "studio outdoor" untuk pemotretan. Entah oleh seorang profesional, amatir, atau hanya orang-orang yang ingin mejeng.
Rupanya, bukan hanya penikmat area wisata itu yang berkunjung ke sana, tetapi peluang itu telah mendatangkan banyak penjaja makanan untuk membuka usaha di sana. Kerak Telor selalu terkenal di sana. Belum lagi penjaja sepeda ontel sewaan yang bisa memuaskan rasa penasaran kita mengenai kendaraan bersejarah yang satu ini.
Sebagai salah satu warganya pun, saya selalu tertarik pada Kota Tua. Ya, candu itu seperti tak bisa berhenti. Kalau bukan masalah jarak, mungkin saya mau ke sana terus sampai mabok. Tapi, bepergian ke sana bukanlah tanpa tujuan. Hunting photo adalah salah satu motif saya harus menginjakkan kaki di daerah ujung kota Jakarta itu.
Dan, inilah beberapa poto yang saya pilih untuk dipajang di blog tercinta ini. Beberapa sudah dijamah melalui potosop, tetapi beberapa saya biarkan begitu saja hanya dengan penambahan tulisan hak cipta.
Dari dulu, salah satu tempat wisata andalan yang sangat Jakarta itu, selalu saja menjadi pusat perhatian. Baik dari angle para pembidik kamera, atau penikmat sesuatu yang vintage. Nuansanya yang kental dengan sesuatu yang berbau "jadul" seolah memiliki daya magis tersendiri yang membuat siapa pun betah berada di sana. Bahkan kemagisannya itu mampu menarik minat banyak orang untuk menjadikan Kota Tua sebagai "studio outdoor" untuk pemotretan. Entah oleh seorang profesional, amatir, atau hanya orang-orang yang ingin mejeng.
Rupanya, bukan hanya penikmat area wisata itu yang berkunjung ke sana, tetapi peluang itu telah mendatangkan banyak penjaja makanan untuk membuka usaha di sana. Kerak Telor selalu terkenal di sana. Belum lagi penjaja sepeda ontel sewaan yang bisa memuaskan rasa penasaran kita mengenai kendaraan bersejarah yang satu ini.
Sebagai salah satu warganya pun, saya selalu tertarik pada Kota Tua. Ya, candu itu seperti tak bisa berhenti. Kalau bukan masalah jarak, mungkin saya mau ke sana terus sampai mabok. Tapi, bepergian ke sana bukanlah tanpa tujuan. Hunting photo adalah salah satu motif saya harus menginjakkan kaki di daerah ujung kota Jakarta itu.
Dan, inilah beberapa poto yang saya pilih untuk dipajang di blog tercinta ini. Beberapa sudah dijamah melalui potosop, tetapi beberapa saya biarkan begitu saja hanya dengan penambahan tulisan hak cipta.
Poto yang tampak sepia ini tidak menggunakan efek apa pun dari potosop. Dikarenakan lighting saat itu berwarna kekuningan pucat, maka hasil gambarnya pun seperti ini.
Ini dia penjual Kerak Telurnya hehehe....
Wednesday, December 8, 2010
Rekoleksi Sekaligus Rekreasi (3)
Perut masih kenyang karena sudah diisi berbagai cemilan yang dipaksa masuk tanpa filter saat menutup kunjungan di Karmel. Tapi, di tengah perjalanan menuju Taman Bunga Nasional, malah dikasih makanan lagi. Nyahahhaah~ kenyangnya pun double, senangnya pun bertambah. Dan, tenaga untuk bermain-main pun boost up lebih cepat.
Bus yang membawa rombongan kami pun tiba di Taman Bunga Nasional hanya dalam hitungan menit. Saya jadi ingat, terakhir kali saya menginjakkan kaki di sana adalah sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar. Rasanya banyak sekali yang berubah. Nyahahaah~
Begitu masuk ke dalam TBN, terasa sekali keindahan alamnya yang sejuk. Kami langsung disambut oleh hamparan padang bunga beraneka warna yang sangat cantik. Tak lupa, di depan pintu masuk itu kami juga berfoto-foto dulu. Setelahnya, barulah kami bersiap-siap untuk mengikuti acara selanjutnya, yaitu makan siang. Panitia mencari-cari tempat yang dikira nyaman untuk membagi-bagikan nasi bungkus, segelas air mineral dan sepotong semangka segar pada kami. Dapatlah di sebuah gazebo kosong, di bawah rimbunan pohon.
Jauh dari hingar bingar kota, melihat sesuatu yang hijau dan segar, ditambah udara yang sejuk, benar-benar membuat makan siang kali itu terasa nikmat. Meski saya nggak bisa menghabiskan makanannya karena kekenyangan setelah napsunya tinggi untuk jajan di Karmel tadi, tapi saya sangat menikmati pemandangan di TBN. Dan, begitu makan siang usai, kegiatan bermain pun kembali kami lakukan setelah sebelumnya mencari tempat lain yang juga dirasa enak untuk melakukan games tersebut. Sampailah kami pada lokasi di dekat-dekat tumbuhan labirin. Permainan dimulai dari sana. Pertama hanya sebuah pemanasan, bermain ular tangga atau apalah namanya. Setelah itu, barulah masuk pada permainan sebenarnya.
Permainannya mengandalkan kemampuan membuka kitab suci, lalu setelah itu harus buru-buru masuk ke labirin dan menemukan jalan keluarnya. Nyahahaha~ Saya agak lemah di sini. Tapi, untuk karena kami berkelompok, maka perkerjaan itu tidaklah sulit. Kelompok saya pintar-pintar rupanya. Semua ayat berhasil ditemukan dalam waktu singkat. Kami pun menjadi yang pertama masuk ke labirin. Satu-satunya cowok di kelompok kami yang menjadi pemimpin di dalam labirin. Dia yang bertanggung jawab supaya kami bisa keluar dari jebakan jalan tersebut. Tapi, ternyata kami malah tersesat. Beberapa kali terpentuk dengan jalan buntu. Terpaksa kami pun harus memutar jalan. Hingga akhirnya, belum juga sampai di ujung, hujan pun perlahan mulai turun. Kami langsung lari-lari. Panik. Nggak mau kena hujan. Tapi, jalan keluar belum ketemu. Untunglah labirin itu tidak tinggi. Jadi dari luar, beberapa teman kami menyoraki dan membantu memberi jalan. Puji Tuhan, akhirnya ujung jalan itu pun akhirnya tampak setelah berakali-kali mencari jalan dan hanya ketemu dengan jalan buntu.
Rupanya kelompok kami menjadi yang terakhir lolos dari labirin, padahal kami yang pertama masuk ke labirin. Hakakakaka~ Tapi, setidaknya lebih menyenangkan ada bagian tersesatnya daripada mulus-mulus saja. Namanya juga labirin. Harry Potter saja tersesat berkali-kali sebelum menemukan piala api aka Goblet of Fire-nya.
Usai permainan itu, kami kembali ke gazebo di pinggir danau angsa. Sambil menikmati angsa yang berenang, panitia membagi-bagikan hadiah pada kelompok-kelompok, sesuai dengan urutan pemenangnya. Kelompok saya mendapat juara ketiga karena keterlambatan keluar dari labirin. Tapi, tak masalah. Di sini bukan mencari juara. Di sini mencari kesenangan. Dan, kesenangan itu makin menjadi-jadi ketika hadiah itu dibuka. Isinya beraneka cokelat dan snack ringan lainnya!! Senangnya~~
Saya dan teman saya girangnya melebihi anak kecil yang mendapat cokelat. Entah kenapa rasanya jadi gembira begitu padahal cuma dapat snack ringan. Sampai temen saya bilang, "Kayak gini aja senengnya banget, ya, Clar. Gue udah nggak ngerti lagi, deh." Lalu kami tertawa-tawa. Sepertinya kebahagiaan kami bisa dibeli hanya dengan beberapa potong cokelat dan cemilan ringan lainnya.
Usai bagi-bagi hadiah, sesi foto pun berlanjut.
Lalu, dilanjutkan dengan jam bebas.
Saya dan beberapa teman tancap menuju Taman Jepang. Hmmmm, suasananya Jepang banget. Tenang, sepi, sederhana, dan natural sekali. Dan, memang begitulah Jepang. Selalu mengutamakan kesederhanaan. Di sana, foto-foto sebentar, baru kemudian melanjutkan perjalanan. Tanpa tau tujuan, niat kami dari awal memang mau naik wara-wiri pun akhirnya tersampaikan. Selesai dari Taman Jepang, kami melintas tempat wara wiri diparkir. Saya dan teman saya pun langsung membayar tiket dan berkeliling Taman Bunga dengan mobil wisata itu. Ada banyak sekali yang dilihat dari mobil itu. Taman Perancir, Taman Mediterania, Menara Pandang, Taman Bali, Danau Angsa, Taman Jepang, hmmmm... banyak deh pokoknya. Dan, dari mobil itu juga dijelaskan mengenai sejarah dari Taman Bunga itu sendiri.
Usai dari sana, kami langsung keluar karena teman-teman sudah menunggu untuk segera pulang ke Jakarta. Meski hujan mengguyur, tak sedikit pun rasa senang saya berkurang. Dan, perjalanan menuju Jakarta hanya diselingi dengan mampir di pasar untuk membeli ubi cilembu.
Selanjutnya, saya memilih tidur supaya tidak terlalu mengantuk ketika menyetir mobil menuju rumah sendiri.
Kebersamaan itu akhirnya harus berakhir.
Meski sebentar, tapi banyak hal yang saya dapatkan dari weekend kali ini.
Saya benar-benar tidak menyesal ikut acara ini.
God Bless Us, friends ^___________^
Bus yang membawa rombongan kami pun tiba di Taman Bunga Nasional hanya dalam hitungan menit. Saya jadi ingat, terakhir kali saya menginjakkan kaki di sana adalah sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar. Rasanya banyak sekali yang berubah. Nyahahaah~
Begitu masuk ke dalam TBN, terasa sekali keindahan alamnya yang sejuk. Kami langsung disambut oleh hamparan padang bunga beraneka warna yang sangat cantik. Tak lupa, di depan pintu masuk itu kami juga berfoto-foto dulu. Setelahnya, barulah kami bersiap-siap untuk mengikuti acara selanjutnya, yaitu makan siang. Panitia mencari-cari tempat yang dikira nyaman untuk membagi-bagikan nasi bungkus, segelas air mineral dan sepotong semangka segar pada kami. Dapatlah di sebuah gazebo kosong, di bawah rimbunan pohon.
Jauh dari hingar bingar kota, melihat sesuatu yang hijau dan segar, ditambah udara yang sejuk, benar-benar membuat makan siang kali itu terasa nikmat. Meski saya nggak bisa menghabiskan makanannya karena kekenyangan setelah napsunya tinggi untuk jajan di Karmel tadi, tapi saya sangat menikmati pemandangan di TBN. Dan, begitu makan siang usai, kegiatan bermain pun kembali kami lakukan setelah sebelumnya mencari tempat lain yang juga dirasa enak untuk melakukan games tersebut. Sampailah kami pada lokasi di dekat-dekat tumbuhan labirin. Permainan dimulai dari sana. Pertama hanya sebuah pemanasan, bermain ular tangga atau apalah namanya. Setelah itu, barulah masuk pada permainan sebenarnya.
Permainannya mengandalkan kemampuan membuka kitab suci, lalu setelah itu harus buru-buru masuk ke labirin dan menemukan jalan keluarnya. Nyahahaha~ Saya agak lemah di sini. Tapi, untuk karena kami berkelompok, maka perkerjaan itu tidaklah sulit. Kelompok saya pintar-pintar rupanya. Semua ayat berhasil ditemukan dalam waktu singkat. Kami pun menjadi yang pertama masuk ke labirin. Satu-satunya cowok di kelompok kami yang menjadi pemimpin di dalam labirin. Dia yang bertanggung jawab supaya kami bisa keluar dari jebakan jalan tersebut. Tapi, ternyata kami malah tersesat. Beberapa kali terpentuk dengan jalan buntu. Terpaksa kami pun harus memutar jalan. Hingga akhirnya, belum juga sampai di ujung, hujan pun perlahan mulai turun. Kami langsung lari-lari. Panik. Nggak mau kena hujan. Tapi, jalan keluar belum ketemu. Untunglah labirin itu tidak tinggi. Jadi dari luar, beberapa teman kami menyoraki dan membantu memberi jalan. Puji Tuhan, akhirnya ujung jalan itu pun akhirnya tampak setelah berakali-kali mencari jalan dan hanya ketemu dengan jalan buntu.
Rupanya kelompok kami menjadi yang terakhir lolos dari labirin, padahal kami yang pertama masuk ke labirin. Hakakakaka~ Tapi, setidaknya lebih menyenangkan ada bagian tersesatnya daripada mulus-mulus saja. Namanya juga labirin. Harry Potter saja tersesat berkali-kali sebelum menemukan piala api aka Goblet of Fire-nya.
Usai permainan itu, kami kembali ke gazebo di pinggir danau angsa. Sambil menikmati angsa yang berenang, panitia membagi-bagikan hadiah pada kelompok-kelompok, sesuai dengan urutan pemenangnya. Kelompok saya mendapat juara ketiga karena keterlambatan keluar dari labirin. Tapi, tak masalah. Di sini bukan mencari juara. Di sini mencari kesenangan. Dan, kesenangan itu makin menjadi-jadi ketika hadiah itu dibuka. Isinya beraneka cokelat dan snack ringan lainnya!! Senangnya~~
Saya dan teman saya girangnya melebihi anak kecil yang mendapat cokelat. Entah kenapa rasanya jadi gembira begitu padahal cuma dapat snack ringan. Sampai temen saya bilang, "Kayak gini aja senengnya banget, ya, Clar. Gue udah nggak ngerti lagi, deh." Lalu kami tertawa-tawa. Sepertinya kebahagiaan kami bisa dibeli hanya dengan beberapa potong cokelat dan cemilan ringan lainnya.
Usai bagi-bagi hadiah, sesi foto pun berlanjut.
Lalu, dilanjutkan dengan jam bebas.
Saya dan beberapa teman tancap menuju Taman Jepang. Hmmmm, suasananya Jepang banget. Tenang, sepi, sederhana, dan natural sekali. Dan, memang begitulah Jepang. Selalu mengutamakan kesederhanaan. Di sana, foto-foto sebentar, baru kemudian melanjutkan perjalanan. Tanpa tau tujuan, niat kami dari awal memang mau naik wara-wiri pun akhirnya tersampaikan. Selesai dari Taman Jepang, kami melintas tempat wara wiri diparkir. Saya dan teman saya pun langsung membayar tiket dan berkeliling Taman Bunga dengan mobil wisata itu. Ada banyak sekali yang dilihat dari mobil itu. Taman Perancir, Taman Mediterania, Menara Pandang, Taman Bali, Danau Angsa, Taman Jepang, hmmmm... banyak deh pokoknya. Dan, dari mobil itu juga dijelaskan mengenai sejarah dari Taman Bunga itu sendiri.
Usai dari sana, kami langsung keluar karena teman-teman sudah menunggu untuk segera pulang ke Jakarta. Meski hujan mengguyur, tak sedikit pun rasa senang saya berkurang. Dan, perjalanan menuju Jakarta hanya diselingi dengan mampir di pasar untuk membeli ubi cilembu.
Selanjutnya, saya memilih tidur supaya tidak terlalu mengantuk ketika menyetir mobil menuju rumah sendiri.
Kebersamaan itu akhirnya harus berakhir.
Meski sebentar, tapi banyak hal yang saya dapatkan dari weekend kali ini.
Saya benar-benar tidak menyesal ikut acara ini.
God Bless Us, friends ^___________^
Monday, December 6, 2010
Rekoleksi Sekaligus Rekreasi (2)
Tidur hanya dua setengah jam ternyata tidak menjadi penghalang buat saya untuk tetap bugar beraktivitas di hari Minggu yang cerah. Nyatanya, setelah panitia membangunkan kami para peserta di jam setengah enam untuk memulai hari dengan olahraga dan games kecil, saya merasa sama sekali tidak mengantuk. Yah, kecuali pas lagi bengong-bengong sendirian, ngantuknya pun kadang kumat juga. Tapi, tak memakan waktu lama. Karena panitia acara seolah bekerja tiada henti, maka jadwal kegiatan pun seakan padat mengisi waktu. Seusai olahraga, mandi dan sarapan pagi, rombongan kami pun berfoto sebentar di depan Tower of Blessing sebelum meninggalkan tempat itu.
Dan, perjalanan pun berlanjut menuju Gereja Karmel Santa Theresia yang terkenal itu.
Bus yang kami tumpangi sudah siap. Kami semua pun bergegas naik supaya tidak terlambat untuk Misa mingguan di Gereja. Puji Tuhan, memang sudah direncanakan dengan matang, kami pun tidak terlambat tiba di Karmel. Hanya butuh beberapa menit, dan bus pun masuk ke pekarangan Karmel. Tiba di sana, panitia membriefing sejenak dan memberi tahu kami untuk tidak mampir kemana-mana dulu, karena meski Misa baru akan dimulai satu jam lagi, tapi kami tidak ingin sampai kehabisan tempat duduk. Jadi, rombongan pun digiring langsung menuju ke dalam gedung gereja.
Ada beberapa hal yang unik yang saya temui di Gereja Karmel ini.
1. Rata-rata biawaran/wati di sana mengenakan seragam berwarna cokelat tua. Entah kenapa mengingatkan saya pada biarawan/wati di Negara belahan Eropa sana.
2. Ada patung Tuhan Yesus yang mirip seperti Rio De Jeneiro, Brazil, dalam skala yang lebih kecil. Keren sekali~
3. Ruang gerejanya yang juga tak seperti kebanyakan gereja yang saya jumpai. Biasanya gereja memiliki bangku-bangku kayu yang berjejer dengan dudukan di bagian bawah untuk berlutut. Tapi, di Karmel, ruang gerejanya seperti aula setengah lingkaran. Tempat duduknya bertanjak seperti di stadion sepak bola. Lalu, di bagian paling depan terhampar bantal-bantal seperti tatami yang bisa digunakan untuk duduk ala lesehan, sementara di samping kirinya ditempatkan kursi biasa yang mungkin digunakan untuk para orang tua lanjut usia yang sulit duduk lesehan atau duduk di tingkatan.
4. Puji-pujiannya berbeda dari Misa kebanyakan yang saya ikuti. Saya pun terhanyut dan tak sadar menitikkan air mata. Tentu saja karena saya sedih. Betapa saya ingat dosa saya, padahal Tuhan Yesus sudah begitu luar biasa baiknya berdiri atas hidup saya. Tapi, sebagai manusia saya bukannya bersyukur dan cuma bisa mengeluh.
Lagu berjudul "S'mua Baik" yang kami kidungkan di Misa tersebut, yang paling membuat saya bergetar.
Mulanya saya ragu karena takut-takut kalau ujud doa itu akan dibacakan saat Misa (karena biasanya begitu), tapi ketika kakaknya teman saya memberitahu bahwa tidak mungkin semua amplop itu dibacakan dalam Misa, saya pun langsung bergegas mengambil satu amplop dan menuliskan ujud doa saya. Katanya, sih, para biarawati di sana akan membantu mendoakan ujud-ujud doa yang masuk selama seminggu penuh. Dan, saya percaya kalau Tuhan Yesus memang sudah berkehendak, maka semua ujud doa itu akan terjadi. Tanpa keraguan.
Setelah selesai mengisi dan mengembalikan amplop itu pada tempatnya, dimana saya mengambil dari keranjang yang dikhususkan untuk kehidupan sehari-hari (pekerjaan dan cita-cita), saya dan teman saya pun masuk ke dalam gereja.
Masih ada sisa waktu sebelum Misa dimulai. Kami pun berbincang-bincang sejenak untuk membunuh waktu--> hal yang tidak boleh dicontoh. Seharusnya kami larut dalam suasana hening, tapi namanya juga anak muda, mana bisa diam :P
Misa pun dimulai. Seperti yang sudah saya katakan bahwa Misa di Karmel ternyata berbeda dengan Misa di gereja tempat saya, mulanya saya sedikit kagok. Apalagi di akhir Misa, ternyata masih dilanjutkan dengan doa untuk kesembuhan berbagai penyakit yang diderita oleh banyak umat di sana. Memang bukan rahasia lagi kalau gereja di Karmel itu terkenal dengan berbagai kesaksian tentang kesembuhan seseorang dari penyakitnya.
Dan, saya pun salah satu diantara mereka. Datang untuk memohon kesembuhan dari penyakit hati yang saya derita. Iri dengki, egois, amarah, emosi dan segala keserakahan.
Sama seperti yang lain, saya pun percaya penyakit hati saya akan hilang dengan jamahan Tuhan Yesus serta keinginan kuat dari dalam diri.
Yang jelas, sungguh sebuah hal yang luar biasa bisa hadir di sana. Apalagi Minggu itu ternyata merupakan Adven pertama, dimana kami umat Katolik akan mempersiapkan diri sebelum mencapai hari Puncak, yaitu Natal. Saya tau ini semua tak lepas dari rencana Tuhan Yesus. Dia yang membisikkan saya untuk hadir di acaraNya yang megah itu melalui perantara teman saya. Saya benar-benar bersyukur bisa menjadi saksi dari turunnya kuasa Tuhan Yesus. Di depan mata saya. Hati saya terasa hangat waktu itu. Dan, saya percaya saat itulah pasti Tuhan Yesus sedang menjamah saya.
Kegiatan di Karmel tak berakhir dengan Misa saja. Masih ada Gua Bunda Maria dan air suci yang mengalir jernih. Berdoa sebentar, sambil cuci-cuci muka di air suci, kami lakukan. Selesai bersapaan dengan Bunda Maria, rombongan kami pun berfoto di depan patung Yesus (ada di atas). Dan, acara rohani berakhir di sana. Karena begitu tiba di ujung jalan Karmel, kami pun langsung mendapat godaan berat. Banyak tukang makanan berjejer menjajakan makanan!!
Perut saya langsung meronta-ronta.
Ada sate kelinci, sate ayam, risol, lumpia, wahhhhh~ benar-benar nggak nahan.
Saya dan teman saya langsung memesan sate kelinci. Baunya harum sekali. Tapi, tak hanya itu. Maruk saya kambuh. Saya kalap. Masih bergerak ke sana ke mari mencari jajajanan lainnya yang bisa masuk ke dalam perut. Saya pun membeli lumpia. Lalu, mencicipi somay yang dibeli teman saya, mencomot sate ayam milik pacarnya kakak teman saya, dan menyiduk sedikit es cendol dari salah seorang yang lain. Haeuhhhh~ rasanya nikmat sekali ketika si perut sudah terisi setengah.
Tanpa berakhir di sana, kegiatan pun berlanjut. Kali ini rombongan pun harus bergegas meninggalkan Karmel dan bergerak menuju TKP lainnya, yaitu Taman Bunga Nasional.
Bersambung.
Dan, perjalanan pun berlanjut menuju Gereja Karmel Santa Theresia yang terkenal itu.
Bus yang kami tumpangi sudah siap. Kami semua pun bergegas naik supaya tidak terlambat untuk Misa mingguan di Gereja. Puji Tuhan, memang sudah direncanakan dengan matang, kami pun tidak terlambat tiba di Karmel. Hanya butuh beberapa menit, dan bus pun masuk ke pekarangan Karmel. Tiba di sana, panitia membriefing sejenak dan memberi tahu kami untuk tidak mampir kemana-mana dulu, karena meski Misa baru akan dimulai satu jam lagi, tapi kami tidak ingin sampai kehabisan tempat duduk. Jadi, rombongan pun digiring langsung menuju ke dalam gedung gereja.
Ada beberapa hal yang unik yang saya temui di Gereja Karmel ini.
1. Rata-rata biawaran/wati di sana mengenakan seragam berwarna cokelat tua. Entah kenapa mengingatkan saya pada biarawan/wati di Negara belahan Eropa sana.
2. Ada patung Tuhan Yesus yang mirip seperti Rio De Jeneiro, Brazil, dalam skala yang lebih kecil. Keren sekali~
3. Ruang gerejanya yang juga tak seperti kebanyakan gereja yang saya jumpai. Biasanya gereja memiliki bangku-bangku kayu yang berjejer dengan dudukan di bagian bawah untuk berlutut. Tapi, di Karmel, ruang gerejanya seperti aula setengah lingkaran. Tempat duduknya bertanjak seperti di stadion sepak bola. Lalu, di bagian paling depan terhampar bantal-bantal seperti tatami yang bisa digunakan untuk duduk ala lesehan, sementara di samping kirinya ditempatkan kursi biasa yang mungkin digunakan untuk para orang tua lanjut usia yang sulit duduk lesehan atau duduk di tingkatan.
4. Puji-pujiannya berbeda dari Misa kebanyakan yang saya ikuti. Saya pun terhanyut dan tak sadar menitikkan air mata. Tentu saja karena saya sedih. Betapa saya ingat dosa saya, padahal Tuhan Yesus sudah begitu luar biasa baiknya berdiri atas hidup saya. Tapi, sebagai manusia saya bukannya bersyukur dan cuma bisa mengeluh.
Lagu berjudul "S'mua Baik" yang kami kidungkan di Misa tersebut, yang paling membuat saya bergetar.
S'MUA BAIK, S'MUA BAIKSebelum masuk ke gedung gerejanya, saya melihat ada meja besar yang seperti meja receptionist, yang dikerubuti banyak orang. Penasaran, saya pun melongokkan kepala. Rupa-rupanya, berjejer amplop untuk diisi dengan ujud doa atau permintaan kita. Ada yang untuk permasalahan keluarga, meminta kesembuhan penyakit, bahkan juga ada permohonan untuk menempuh kehidupan sehari-hari seperti dalam pekerjaan atau cita-cita.
APA YANG T'LAH KAU PERBUAT DI DALAM HIDUPKU
S'MUA BAIK, SUNGGUH TERAMAT BAIK
KAU JADIKAN HIDUPKU BERARTI
Mulanya saya ragu karena takut-takut kalau ujud doa itu akan dibacakan saat Misa (karena biasanya begitu), tapi ketika kakaknya teman saya memberitahu bahwa tidak mungkin semua amplop itu dibacakan dalam Misa, saya pun langsung bergegas mengambil satu amplop dan menuliskan ujud doa saya. Katanya, sih, para biarawati di sana akan membantu mendoakan ujud-ujud doa yang masuk selama seminggu penuh. Dan, saya percaya kalau Tuhan Yesus memang sudah berkehendak, maka semua ujud doa itu akan terjadi. Tanpa keraguan.
Setelah selesai mengisi dan mengembalikan amplop itu pada tempatnya, dimana saya mengambil dari keranjang yang dikhususkan untuk kehidupan sehari-hari (pekerjaan dan cita-cita), saya dan teman saya pun masuk ke dalam gereja.
Masih ada sisa waktu sebelum Misa dimulai. Kami pun berbincang-bincang sejenak untuk membunuh waktu--> hal yang tidak boleh dicontoh. Seharusnya kami larut dalam suasana hening, tapi namanya juga anak muda, mana bisa diam :P
Misa pun dimulai. Seperti yang sudah saya katakan bahwa Misa di Karmel ternyata berbeda dengan Misa di gereja tempat saya, mulanya saya sedikit kagok. Apalagi di akhir Misa, ternyata masih dilanjutkan dengan doa untuk kesembuhan berbagai penyakit yang diderita oleh banyak umat di sana. Memang bukan rahasia lagi kalau gereja di Karmel itu terkenal dengan berbagai kesaksian tentang kesembuhan seseorang dari penyakitnya.
Dan, saya pun salah satu diantara mereka. Datang untuk memohon kesembuhan dari penyakit hati yang saya derita. Iri dengki, egois, amarah, emosi dan segala keserakahan.
Sama seperti yang lain, saya pun percaya penyakit hati saya akan hilang dengan jamahan Tuhan Yesus serta keinginan kuat dari dalam diri.
Yang jelas, sungguh sebuah hal yang luar biasa bisa hadir di sana. Apalagi Minggu itu ternyata merupakan Adven pertama, dimana kami umat Katolik akan mempersiapkan diri sebelum mencapai hari Puncak, yaitu Natal. Saya tau ini semua tak lepas dari rencana Tuhan Yesus. Dia yang membisikkan saya untuk hadir di acaraNya yang megah itu melalui perantara teman saya. Saya benar-benar bersyukur bisa menjadi saksi dari turunnya kuasa Tuhan Yesus. Di depan mata saya. Hati saya terasa hangat waktu itu. Dan, saya percaya saat itulah pasti Tuhan Yesus sedang menjamah saya.
Kegiatan di Karmel tak berakhir dengan Misa saja. Masih ada Gua Bunda Maria dan air suci yang mengalir jernih. Berdoa sebentar, sambil cuci-cuci muka di air suci, kami lakukan. Selesai bersapaan dengan Bunda Maria, rombongan kami pun berfoto di depan patung Yesus (ada di atas). Dan, acara rohani berakhir di sana. Karena begitu tiba di ujung jalan Karmel, kami pun langsung mendapat godaan berat. Banyak tukang makanan berjejer menjajakan makanan!!
Perut saya langsung meronta-ronta.
Ada sate kelinci, sate ayam, risol, lumpia, wahhhhh~ benar-benar nggak nahan.
Saya dan teman saya langsung memesan sate kelinci. Baunya harum sekali. Tapi, tak hanya itu. Maruk saya kambuh. Saya kalap. Masih bergerak ke sana ke mari mencari jajajanan lainnya yang bisa masuk ke dalam perut. Saya pun membeli lumpia. Lalu, mencicipi somay yang dibeli teman saya, mencomot sate ayam milik pacarnya kakak teman saya, dan menyiduk sedikit es cendol dari salah seorang yang lain. Haeuhhhh~ rasanya nikmat sekali ketika si perut sudah terisi setengah.
Tanpa berakhir di sana, kegiatan pun berlanjut. Kali ini rombongan pun harus bergegas meninggalkan Karmel dan bergerak menuju TKP lainnya, yaitu Taman Bunga Nasional.
Bersambung.
Friday, December 3, 2010
My Girlfriend Is Gumiho!
Wah~ apa jadinya, ya, kalau punya pacar seekor rubah? Tapi, bukan cuma sekedar rubah, melainkan rubah berbuntut sembilan? Repot? Ngeri? Atau..., hmmm?
Tema inilah yang kemudian diangkat oleh Boo Song Chul, salah satu director milik Korea, menjadi sebuah kemasan drama seri yang menarik. Berdurasi satu jam untuk masing-masing episodenya yang secara keseluruhan ada 16 seri. Drama yang disiarkan melalui saluran SBS ini, ternyata memiliki alur cerita yang sangat sangat sangat memikat dan khas Korea sekali. Dengan memajang Lee Seung Gi dan Shin Min Ah sebagai pasangan inti dari cerita yang mengangkat unsur fantasy ini, tidak membuat saya berpikir bahwa drama ini "menjual" pemainnya. Karena memang drama yang mengasung genre fantasi, komedi dan romantis ini sangat layak untuk ditonton. Baik sebagai hiburan atau sarana untuk mengenal Korea lebih dalam lagi.
My Girlfriend Is Gumiho.
Begitulah judulnya. Kalau ada yang bertanya Gumiho itu apa, Gumiho adalah rubah berbuntut sembilan. Gumiho sering dikaitkan sebagai legenda masyarakat Korea yang mengatakan bahwa Gumiho akan mempertahankan hidupnya dengan menyantap hati manusia karena dianggap sebagai sumber dari jiwa seorang yang hidup. Di dalam drama ini, dikisahkan bahwa Gumiho ini sangat ingin menjadi manusia dan tinggal di dunia manusia. Tapi, ada syarat untuk memenuhi hal itu. Sang Gumiho harus menikah dengan seseorang yang benar-benar mencintainya. Gumiho pun mencari seorang kekasih dan menanti seorang suami sejak beratus-ratus tahun lalu, tapi tak seorang pun mau menjadi suaminya karena takut akan cerita-cerita mengerikan mengenai Gumiho. Dan, karena Gumiho tak kunjung mendapatkan suami, maka dia pun dikunci di dalam sebuah lukisan, oleh Three Mothers God.
Drama yang sering saya singkat dengan sebutan Gumiho ini, dibuka dengan adegan Cha Dae Woong (Lee Seung Gi) yang baru keluar dari kampusnya dan langsung ditemui oleh Mi Ho (Shin Min Ah). Berapa kali Dae Woong berusaha menghindar, Mi Ho terus saja nampak. Ya, karena Mi Ho adalah Gumiho yang sudah berhasil keluar dari lukisan berkat bantuan Cha Dae Woong sendiri. Lalu, scene pun mundur, menceritakan awal mula dan bagaimana Cha Dae Woong ini bisa bertemu dengan lukisan Gumiho dan mengeluarkannya dari sana.
Hutang budi pun berlanjut. Gumiho merasa memiliki kewajiban membalaskan kebaikan Cha Dae Woong dengan menolong cowok itu memberinya sebuah "kehidupan" melalui sebuah bead atau gusuri atau semacam kristal yang ada di dalam tubuh Gumiho, sewaktu Cha Dae Woong tergelincir dari tebing. Ajaib, Dae Woong pun tak merasakan sedikit pun rasa sakit meski jatuh dari bebatuan yang tinggi.
Dan, kisah pun terus bergulir. Dae Woong yang ketakutan dan merasa risih dengan kehadiran Gumiho, semula tidak percaya dengan semua kata-kata Gumiho tersebut. Dia pikir gadis itu gila menyebut dirinya dengan Gumiho. Tapi, ketika akhirnya Dae Woong melihat sendiri bagaimana gadis itu benar-benar memiliki bead dan bahkan 9 buntut, akhirnya dia percaya dan pasrah pada nasib yang membuatnya berada tak lebih satu meter pun dari Gumiho, yang kemudian diberi nama panggilan Mi Ho.
Tapi, justru bermula dari sana, perlahan perasaan Dae Woong berubah. Risih, marah, dan enggan yang semula bercokol berat di dadanya, perlahan pudar dan berganti dengan satu kata : cinta. Bahkan meski awalnya Dae Woong ingin memanfaatkan bead milik Mi Ho, pada akhirnya dia bisa berkata, "Aku tidak mencintaimu bukan karena tidak masalah untuk mencintaimu. Karena aku mencintaimu, segalanya jadi tidak masalah."
Dan, seperti kebanyakan drama lainnya, kisah cinta unik antara Dae Woong dan Mi Ho pun penuh intrik. Mulai dari kehadiran orang ketiga, hingga situasi dimana Mi Ho yang berusaha keras untuk bisa jadi manusia itu, ternyata harus berujung pada pengorbanan nyawa salah satu dari mereka. Semua itu seakan hadir untuk mencegah Mi Ho dan Dae Woong bersatu meraih kebahagiaan. Hingga akhirnya salah satu dari mereka pun harus siap menerima kenyataan bahwa akan ada yang "hilang" diantara keduanya.
Mi Ho atau Dae Woong yang harus mati?
Sedih, tangis, juga tawa heboh mengiringi saya saat menonton drama ini. Pemainnya berakting dengan emosi yang full sehingga saya bisa merasakan sakit dan bahagianya mereka. Alur ceritanya pun terasa padat, walau sedikit banyak saya merasa ada bagian yang terasa dipercepat, sementara yang lain seperti diperlambat. Pun, ada beberapa adegan yang agak maksa dan rasanya terlalu cepat untuk berganti ke adegan lain. Tapi, berkat emosi para tokoh, saya pun merasa sangat puas menonton drama ini. Ah iya, drama ini sangat kaya akan karakter. Bodoh, ceroboh, polos, egois, sombong, licik, ambisi, lebay dan rela berkorban digambarkan sangat detail di sini. Karakternya sangat manusiawi. Bahwa tak ada yang benar-benar jahat dan tak ada yang benar-benar baik.
My Girlfriend Is Gumiho memiliki rating yang cukup, tapi saya sungguh sangat menyukai setiap adegan di drama ini. Seperti tak ingin cepat-cepat menghabiskan seluruh serinya, tapi juga dikejar rasa penasaran. Bingung, ya, jadinya. Hakakakak~
Untuk mendownload keseluruh (16) episodenya bisa mencari di Indowebster.
Untuk mendownload ostnya bisa mencari di 4shared dan salah satunya adalah lagu yang berjudul Starting Now, I Love You yang dinyanyikan sendiri oleh pemainnya, Lee Seung Gi (Cha Dae Woong).
Jadi, ada yang mau coba pacaran sama rubah? Hihihihi~
Wednesday, December 1, 2010
Rekoleksi Sekaligus Rekreasi (1)
Terakhir kali saya ikut wisata rohani adalah beberapa bulan lalu. Tapi, itu bersama orang-orang tua. Kalau bersama teman seusia, hmmm..., sudah bertahun-tahun rasanya. Apalagi mudika di lingkungan saya tidak aktif. Otomatis yang namanya rekoleksi atau semacamnya akan lebih jarang ada, kecuali saya terjun ke paroki (lebih luas dari lingkungan). Puji Tuhan, memang sudah rencana-Nya, kemarin ini panggilan untuk siraman rohani itu muncul dalam bentuk ajakan dari teman kantor. Meski bukan bersama lingkungan dari paroki sendiri, tapi setidaknya saya tetap bisa melakukan pendekatan dengan sesama mudika dan bisa mendapat pencurahan rohani.
Rekoleksi dan Rekreasi, namanya. Bersama anak-anak dari lingkungan Yohanes Rasul gereja Andreas. Acara berlangsung hanya di weekend, yaitu sabtu minggu. Senang rasanya weekend bisa diisi dengan kegiatan bersama teman-teman seusia (meski nggak kenal, tapi sok kenal aja, deh xDD) dan tidak menghabiskan waktu dengan bersemedi di gua tercinta.
Jadi, hari Sabtu itu perjalanan dimulai dari rumah saya menuju ITC Permata Hijau. Bukan untuk berbelanja, tapi untuk bertemu teman saya yang rela menjemput saya untuk menjadi GPS menuju gereja Santo Andreas dimana gereja itu menjadi markas sebelum bergerak ke tempat tujuan (Cipanas). Tapi, rupa-rupanya macet menjadi keuntungan bagi kami berdua, karena berkat macet itu kami tiba bersamaan! Hakakaka~ untung banget. Jadi nggak ada yang perlu saling tunggu. Selanjutnya, mobil pinky saya langsung menuju gereja Santo Andreas, dengan guided oleh teman saya.
Jujur, saya sih deg-degan. Sebagai orang yang agak-agak malu bertemu dengan orang baru yang tak dikenal, saya termasuk orang yang akan sangat pendiam. Tapi, puji Tuhan, nggak ada diantara mereka yang sombong. Mereka sangat welcome dengan kehadiran saya. Senang rasanya bisa diterima seperti itu. Bahkan mereka cukup kaget begitu saya bilang saya datang dari paroki Barnabas yang notabene-nya jauh banget dari lokasi mereka.
Pukul satu siang, semua peserta digiring ke bus karena sudah waktunya untuk berangkat. Tapi, baru beberapa saat lepas landas, hujan deras langsung mengguyur Jakarta. Perjalanan pun dibalut dingin sesaat. Selesai dari hujan badai, begitu masuk daerah puncak, bus terpaksa berhenti selama satu jam lebih. Kenapa? Karena ternyata waktu one way sedang berlaku. Otomatis jalan naik ke puncak pun ditutup dan dipersilahkan bagi kendaraan yang turun untuk bergerak lebih luas dengan dua ruas jalan. Saat kosong itu pun kami gunakan untuk bercengkerama, foto-foto atau ke toilet. Untungnya bus berhenti dekat pom bensin, jadi bisa cepat mengakses kamar mandi.
Selesai waktu one way, bus pun kembali melanjutkan perjalanan. Hingga akhirnya hari pun sudah gelap saat kami tiba di vila tempat menginap, yaitu Tower of Blessing. Dengan pembagian kamar dan kelompok yang sudah dibacakan sebelumnya di dalam bus, kami pun langsung menuju kamar untuk berbersih diri sekaligus menikmati istirahat sebentar setelah menempuh perjalanan panjang. Selesai melakukan bersih-bersih, panitia menyuruh kami berkumpul di Aula untuk memulai kegiatan pertama.
Kegiatan yang pertama ini diisi dengan perkenalan. Meski rata-rata sudah saling mengenal, ternyata ada juga yang tidak saling mengenal. Alasannya bisa karena ada yang tidak aktif di lingkungan, atau juga ada yang berasal dari luar lingkungan.
Selesai berkenalan games pun dimulai. Entah apa namanya, yang jelas permainannya tentang tembak menembak. Hehehe~ satu anak ditembak, anak lain di kedua sisi anak tersebut harus saling menembak. Kalau terlambat, maka dia kalah. Lumayan, membuat saya jadi kembali seperti anak kecil, agak tegang-tegang gimana gitu karena nggak mau kalah.
Berikutnya, sesi pun berganti. Pertamanya kami dijelaskan mengenai seluk beluk lingkungan yang ada di Santo Andreas, yang dibimbing oleh salah satu sesepuh paroki (katanya begitu). Kemudian, kami diajak membentuk kelompok untuk memikirkan kegiatan apa yang menarik untuk mengajak anak-anak di lingkungan agar mau terlibat aktif sebagai mudika.
Kelompok saya menyebutkan beberapa kegiatan, diantaranya lomba mengkreasikan cokelat. Hihihi, lucu, kan? Meski saya bukan penggemar cokelat, tapi kalau disuruh icip-icip saya mau kok. Asal jangan suruh memasaknya. Saya malas xDD
Setelah kelompok selesai, kami lantas disuruh duduk di lingkaran bangku yang sudah disusun. Games berikutnya menanti. Simpel tapi seru. Aturannya, seseorang akan menghampir satu orang yang lain, lalu bertanya, "B, apakah kau mengasihiku?" kalau jawabannya iya, maka semua orang harus berpindah tempat duduk. Tapi, jika tidak, maka si penanya harus bertanya lagi, "lalu kamu mengasihi siapa?" dan di penjawab harus menjawab, "aku mengasihi orang yang memakai kacamata (menyebutkan ciri-ciri fisik yang tampak)" dengan demikian, orang-orang yang memakai kacamata saja yang harus pindah tempat duduk. Siapa yang tidak kebagian kursi sampai tiga kali, maka dia akan mendapat hukuman.
Teman saya mendapatkan hukumannya.
Nyahahaha~
Dia dan kedua orang lain yang juga bernasib sama itu harus berfashion show ala monyet. Teman saya ini sih agak-agak hiperaktif jadi dengan semangat empat lima pun dia mulai bolak-balik bergaya ala monyet. Nyahahaha~ saya tertawa heboh melihatnya. Sementara dua yang lain harus berbesar hati menerima hukuman tambahan karena tidak melakukan gaya monyet dengan serius. Maka mereka berdua disuruh melakukan joget jaipong! xDD
Selesai games, acara pun berganti dengan sesi api unggun. Bersama-sama kami membentuk lingkaran dan menyalakan api unggun. Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Tuhan sendiri, bahwa dua atau tiga orang berkumpul, maka di sana Tuhan pun hadir. Maka api unggun itu sendiri, kami dedikasikan untuk Tuhan Yesus.
Di api unggun itu sendiri, kami pun masih tetap bermain-main dan tertawa-tawa. Mulai dari games merangkai kata yang menghebohkan karena ada teman-teman yang selalu melakukan kesalahn hingga akhirnya dihukum, sampai games sambil melakukan gerakan pun kami lakukan di malam itu. Semangat banget rasanya. Hingga saya bisa melupakan sejenak masalah hingar bingar Jakarta dan segala kepenatan hidup.
Selesai games, acara pun disudahi. Tentunya kami butuh istirahat (tepatnya anak-anak yang masih kecil :P) untuk bisa melanjutkan aktifitas keesokan harinya. Bersama-sama kami berdoa di lingkaran api unggun, berterima kasih pada Tuhan Yesus karena sudah menjaga sepanjang hari dan juga memohon perlindungannya dalam tidur. Lingkaran pun bubar. Anak-anak mulai masuk ke kamar masing-masing yang sudah ditentukan. Tapi, rupanya hanya sebagian saja. Faktanya, saya dan teman saya serta beberapa anak yang lain, nggak mau masuk kamar untuk tidur. Kami cuma ganti baju, lalu keluar lagi untuk ngobrol ngalor ngidul di awal hari Minggu. Tawa sudah menjadi cemilan kami. Playstation aka plesetan sudah seperti minuman segar di malam hari. Dan, gombalan antara saya dan teman saya yang mengakrabkan diri dengan saling memanggil CINTA hingga dianggap pasangan lesbiola, juga menjadi celetukkan ringan. Meski saya banyak diam dan lebih menjadi pendengar dari gurauan mereka.
Hingga akhirnya satu orang pun gugur.
Maka, gerombolan itu pun perlahan mulai pecah. Saya ikut-ikutan masuk kamar. Teman saya pun. Kami berdalih mau beromansa sejenak. Dan, saat itu sudah pukul tiga subuh. Akhirnya kami semua masuk kamar masing-masing.
Sayangnya, di kamar saya dan teman saya tak langsung tidur. Seakan masih saja tersisa waktu, kami pun berbagi sedikit cerita dan pendapat. Sampai akhirnya mata saya benar-benar berat. Saya pun menyudahi celotehan kami berdua dan pergi tidur.
Cuma ingin lebih segar ketika hari Minggu harus pergi Misa di Gereja Santa Theresia, Lembah Karmel.
(bersambung)
Rekoleksi dan Rekreasi, namanya. Bersama anak-anak dari lingkungan Yohanes Rasul gereja Andreas. Acara berlangsung hanya di weekend, yaitu sabtu minggu. Senang rasanya weekend bisa diisi dengan kegiatan bersama teman-teman seusia (meski nggak kenal, tapi sok kenal aja, deh xDD) dan tidak menghabiskan waktu dengan bersemedi di gua tercinta.
Jadi, hari Sabtu itu perjalanan dimulai dari rumah saya menuju ITC Permata Hijau. Bukan untuk berbelanja, tapi untuk bertemu teman saya yang rela menjemput saya untuk menjadi GPS menuju gereja Santo Andreas dimana gereja itu menjadi markas sebelum bergerak ke tempat tujuan (Cipanas). Tapi, rupa-rupanya macet menjadi keuntungan bagi kami berdua, karena berkat macet itu kami tiba bersamaan! Hakakaka~ untung banget. Jadi nggak ada yang perlu saling tunggu. Selanjutnya, mobil pinky saya langsung menuju gereja Santo Andreas, dengan guided oleh teman saya.
Jujur, saya sih deg-degan. Sebagai orang yang agak-agak malu bertemu dengan orang baru yang tak dikenal, saya termasuk orang yang akan sangat pendiam. Tapi, puji Tuhan, nggak ada diantara mereka yang sombong. Mereka sangat welcome dengan kehadiran saya. Senang rasanya bisa diterima seperti itu. Bahkan mereka cukup kaget begitu saya bilang saya datang dari paroki Barnabas yang notabene-nya jauh banget dari lokasi mereka.
Pukul satu siang, semua peserta digiring ke bus karena sudah waktunya untuk berangkat. Tapi, baru beberapa saat lepas landas, hujan deras langsung mengguyur Jakarta. Perjalanan pun dibalut dingin sesaat. Selesai dari hujan badai, begitu masuk daerah puncak, bus terpaksa berhenti selama satu jam lebih. Kenapa? Karena ternyata waktu one way sedang berlaku. Otomatis jalan naik ke puncak pun ditutup dan dipersilahkan bagi kendaraan yang turun untuk bergerak lebih luas dengan dua ruas jalan. Saat kosong itu pun kami gunakan untuk bercengkerama, foto-foto atau ke toilet. Untungnya bus berhenti dekat pom bensin, jadi bisa cepat mengakses kamar mandi.
Selesai waktu one way, bus pun kembali melanjutkan perjalanan. Hingga akhirnya hari pun sudah gelap saat kami tiba di vila tempat menginap, yaitu Tower of Blessing. Dengan pembagian kamar dan kelompok yang sudah dibacakan sebelumnya di dalam bus, kami pun langsung menuju kamar untuk berbersih diri sekaligus menikmati istirahat sebentar setelah menempuh perjalanan panjang. Selesai melakukan bersih-bersih, panitia menyuruh kami berkumpul di Aula untuk memulai kegiatan pertama.
Kegiatan yang pertama ini diisi dengan perkenalan. Meski rata-rata sudah saling mengenal, ternyata ada juga yang tidak saling mengenal. Alasannya bisa karena ada yang tidak aktif di lingkungan, atau juga ada yang berasal dari luar lingkungan.
Selesai berkenalan games pun dimulai. Entah apa namanya, yang jelas permainannya tentang tembak menembak. Hehehe~ satu anak ditembak, anak lain di kedua sisi anak tersebut harus saling menembak. Kalau terlambat, maka dia kalah. Lumayan, membuat saya jadi kembali seperti anak kecil, agak tegang-tegang gimana gitu karena nggak mau kalah.
Berikutnya, sesi pun berganti. Pertamanya kami dijelaskan mengenai seluk beluk lingkungan yang ada di Santo Andreas, yang dibimbing oleh salah satu sesepuh paroki (katanya begitu). Kemudian, kami diajak membentuk kelompok untuk memikirkan kegiatan apa yang menarik untuk mengajak anak-anak di lingkungan agar mau terlibat aktif sebagai mudika.
Kelompok saya menyebutkan beberapa kegiatan, diantaranya lomba mengkreasikan cokelat. Hihihi, lucu, kan? Meski saya bukan penggemar cokelat, tapi kalau disuruh icip-icip saya mau kok. Asal jangan suruh memasaknya. Saya malas xDD
Setelah kelompok selesai, kami lantas disuruh duduk di lingkaran bangku yang sudah disusun. Games berikutnya menanti. Simpel tapi seru. Aturannya, seseorang akan menghampir satu orang yang lain, lalu bertanya, "B, apakah kau mengasihiku?" kalau jawabannya iya, maka semua orang harus berpindah tempat duduk. Tapi, jika tidak, maka si penanya harus bertanya lagi, "lalu kamu mengasihi siapa?" dan di penjawab harus menjawab, "aku mengasihi orang yang memakai kacamata (menyebutkan ciri-ciri fisik yang tampak)" dengan demikian, orang-orang yang memakai kacamata saja yang harus pindah tempat duduk. Siapa yang tidak kebagian kursi sampai tiga kali, maka dia akan mendapat hukuman.
Teman saya mendapatkan hukumannya.
Nyahahaha~
Dia dan kedua orang lain yang juga bernasib sama itu harus berfashion show ala monyet. Teman saya ini sih agak-agak hiperaktif jadi dengan semangat empat lima pun dia mulai bolak-balik bergaya ala monyet. Nyahahaha~ saya tertawa heboh melihatnya. Sementara dua yang lain harus berbesar hati menerima hukuman tambahan karena tidak melakukan gaya monyet dengan serius. Maka mereka berdua disuruh melakukan joget jaipong! xDD
Selesai games, acara pun berganti dengan sesi api unggun. Bersama-sama kami membentuk lingkaran dan menyalakan api unggun. Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Tuhan sendiri, bahwa dua atau tiga orang berkumpul, maka di sana Tuhan pun hadir. Maka api unggun itu sendiri, kami dedikasikan untuk Tuhan Yesus.
Di api unggun itu sendiri, kami pun masih tetap bermain-main dan tertawa-tawa. Mulai dari games merangkai kata yang menghebohkan karena ada teman-teman yang selalu melakukan kesalahn hingga akhirnya dihukum, sampai games sambil melakukan gerakan pun kami lakukan di malam itu. Semangat banget rasanya. Hingga saya bisa melupakan sejenak masalah hingar bingar Jakarta dan segala kepenatan hidup.
Selesai games, acara pun disudahi. Tentunya kami butuh istirahat (tepatnya anak-anak yang masih kecil :P) untuk bisa melanjutkan aktifitas keesokan harinya. Bersama-sama kami berdoa di lingkaran api unggun, berterima kasih pada Tuhan Yesus karena sudah menjaga sepanjang hari dan juga memohon perlindungannya dalam tidur. Lingkaran pun bubar. Anak-anak mulai masuk ke kamar masing-masing yang sudah ditentukan. Tapi, rupanya hanya sebagian saja. Faktanya, saya dan teman saya serta beberapa anak yang lain, nggak mau masuk kamar untuk tidur. Kami cuma ganti baju, lalu keluar lagi untuk ngobrol ngalor ngidul di awal hari Minggu. Tawa sudah menjadi cemilan kami. Playstation aka plesetan sudah seperti minuman segar di malam hari. Dan, gombalan antara saya dan teman saya yang mengakrabkan diri dengan saling memanggil CINTA hingga dianggap pasangan lesbiola, juga menjadi celetukkan ringan. Meski saya banyak diam dan lebih menjadi pendengar dari gurauan mereka.
Hingga akhirnya satu orang pun gugur.
Maka, gerombolan itu pun perlahan mulai pecah. Saya ikut-ikutan masuk kamar. Teman saya pun. Kami berdalih mau beromansa sejenak. Dan, saat itu sudah pukul tiga subuh. Akhirnya kami semua masuk kamar masing-masing.
Sayangnya, di kamar saya dan teman saya tak langsung tidur. Seakan masih saja tersisa waktu, kami pun berbagi sedikit cerita dan pendapat. Sampai akhirnya mata saya benar-benar berat. Saya pun menyudahi celotehan kami berdua dan pergi tidur.
Cuma ingin lebih segar ketika hari Minggu harus pergi Misa di Gereja Santa Theresia, Lembah Karmel.
(bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)