Sunday, November 30, 2008

Perpustakaan VS Ide

Pergi ke perpustakaan?
Dulu sih, belum pernah kepikiran untuk pergi ke perpustakaan, kecuali perpustakaan milik sekolah atau kampus. Masalahnya satu, malas pinjam buku dari sana karena buku yang saya baca biasanya hanya berupa kisah-kisah fiksi belaka yang jarang ditemui di perpustakaan (terutama) kampus saya. Meski perpustakaan kampus saya sudah berevolusi menjadi sebuah bangunan yang menurut saya super duper keren, tetapi saya baru dua atau tiga kali menggunakan fasilitas itu. Alasannya kembali ke atas. Malas.

Tetapi...saya mengalami bentrok saat menemukan sebuah ide untuk penulisan naskah saya. Mencari sumber dari internet pun, tidak semuanya bisa saya dapatkan. Keputusasaan itulah yang membawa saya pada ide untuk pergi ke perpustakaan nasional, yang letaknya lebih jauh dari kampus saya.

Akhirnya, bersama kawan, kami pergi ke perpustakaan. Tujuan kami yang pertama adalah perpustakaan daerah yang letaknya di sebelah pasar Festival, Kuningan.

Sebelum pergi ke sana, terlebih dahulu kami sudah mencari tau apa saja persyaratan yang diminta untuk menjadi anggota dari perpustakaan tersebut. Dan persiapan itu telah kami lakukan, hanya saja, karena sebuah sifat dasar saya yaitu pelupa, ketika di tengah jalan, saya telah melupakan pas poto yang dijadikan syarat utama untuk pendaftaran. Bodohnya saya. Tidak ada cara lain, mau tak mau pun kami tetap menuju ke tempat itu karena semua sudah terlanjur.

Namun ternyata, ketika kami sampai di perpustakaan tersebut, kawanku pun melupakan salah satu persyaratannya. Dua buah perangko senilai @Rp 1500. Tidak ada tolerir dari kekurangan persyaratan itu. Alhasil kami pergi dari tempat itu dengan tangan kosong. Tapi tidak pulang dengan tangan kosong, karena kami tidak menyerah dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju perpustakaan nasional yang terletak di Jalan Merdeka.

Untunglah sebelumnya kawan saya pernah menghubungi tempat itu dan persyaratan di tempat itu tidak serumit di perpustakaan daerah Kuningan. Kami cukup datang ke perpustakaan yang ternyata terletak di depan monas itu dan mengisi formulir, poto dan membayar biaya administrasi, maka kami pun bisa langsung menjadi anggota perpustakaan tersebut. Lebih mudah bukan?!

Kami pun segera menuju ke sana. Tapi kami tidak tau jalan. Semula kami tidak ada bayangan di mana letak jalan Merdeka itu. Namun setelah melakukan riset dengan bertanya pada orang sekitar, akhirnya kami baru tau kalau tempat itu ada di dekat monas. Alhasil, busway lah yang kami rasa paling pas untuk bisa sampai ke tempat itu.

Sungguh, jauh sekali. Belum lagi kalian tau, bagaimana cara pengoperasian busway. Penuh, sesak, lama, dll...

Untunglah pada akhirnya kami sampai juga di perpustakaan nasional. Sesuai prosedur, kami pun mendaftar di tempat tersebut. Sebentar saja, kami sudah bisa langsung melihat-lihat dan meminjam buku. Sayang saja, karena waktu terbatas juga koleksi buku yang kurang lengkap, buku yang saya cari sebagai refrensi ide cerita saya tidak ada. Saya kecewa, tentu saja, apalagi sudah sejauh itu saya pergi. Tidak menemukan hasil yang memuaskan.

Tetapi, sekedar membagi informasi, petugas perpustakaan di sana, begitu ramah. Dalam sekejap saja, mereka sudah mau kami ajak tertawa dan mengobrol. Saya merasa betah. Lain kali saya akan kembali ke sana. Saya senang dengan penyambutan petugasnya.

Oke, perjalanan yang tidak membawa hasil itu membuat saya putar otak dimana saya bisa menemukan buku yang saya cari. Tidak mungkin saya pergi ke perpustakaan yang ada di Salemba, karena pada waktu itu saya yakin jam perpustakaan sudah tutup, karena katanya perpustakaan Merdeka adalah sama dengan perpustakaan yang ada di Salemba. Jadilah saya berusul untuk pergi ke...Gramedia. Mana lagi yang bisa saya andalkan untuk mencari buku kalau bukan toko buku yang satu ini. Berhubung kami sudah ada di monas, mengapa tidak melanjutkan perjalanan di sisa waktu dengan menyambangi kediaman buku terbesar di Asia Tenggara itu. Yup, Gramedia Matraman.

Melanjutkan dengan busway, kami pun nekat ke sana. Meski penuh sesak saat mengantri di Senen, kami pun tetap bersemangat (saya rasa saya yang paling bersemangat meski betis sudah begitu nyeri). Sayangnya, begitu sampai di Gramedia, hujan turun dengan deras. Mau tak mau kami berlari kecil menghindari hujan, walau kenyataannya saya tetap terkena air hujan dan dampaknya sekarang adalah saya terkena flu berat.

Tapi...keputusan saya mendatangi tempat itu tidaklah salah. Semua buku yang saya mau ada di sana!! Kalau tau begitu, kenapa tidak dari awal saja saya beli buku itu di Gramedia Matraman. Ah, tapi itu berarti saya tidak akan menjadi bagian dari perpustakaan nasional.

Setelah mendapatkan buku yang saya cari, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Selain karena sudah letih, hari pun beranjak semakin gelap. Dengan lunglai dan hati senang, kami mencari cara untuk bisa kembali ke rumah. Pilihannya karena tidak mau menaiki busway adalah kembali ke stasiun Senen dan menggunakan bus kota yang bisa mengantar kami sampai ke Lebak Bulus.

Dan...saya merasa senang, biar capek, tapi saya mendapatkan buku itu.
Saya harap buku itu bisa berguna bagi perkembangan ide saya kelak. Walau kenyataannya ide saya belum berkembang sepenuhnya. Yah, masalah utamanya adalah ketidakadaan konflik *tertawa hambar*
Namun entah kenapa, meski tidak memiliki konflik, saya sudah tau kemana titik berat cerita itu. Tapi...entahlah, menurut saya titik berat sebuah cerita pun tidak mungkin bisa membuat cerita itu menarik. Jadi saya masih berusaha keras untuk mencari konflik yang pas.

No comments: