Friday, September 25, 2009

Surga Alam di Curug Cilember

Lagi-lagi isi liburan minggu ini saya gunakan untuk berwisata kembali ke alam. Saya tahu bahwa kesempatan berlibur seperti ini akan sangat jarang ketika hari sudah mulai disibukkan dengan aktifitas pekerjaan. Jadi selagi ada waktu, kenapa tidak dilakukan?

Akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi salah satu objek wisata di daerah Bogor-Puncak. Jalanan tidak begitu macet, tetapi ketika keluar dari tol sempat terjadi hambatan yang cukup panjang. Belum lagi tanjakkan yang agak terjal. Cukup membuat perjalanan tersendat agak lama. Namun, iming-iming udara sejuk diiringi bunyi irama air terjun yang mengalir, membuat saya betah-betah saja menikmati kemacetan. Toh, sampai di sana semua kelelahan akan terbayar, pikiran saya waktu itu.



Untuk tiba di curug Cilember, kita harus melewati sekitar 30 km dari jalan keluar tol Jagorawi (arah puncak). Tidak begitu susah sebenarnya menemukan lokasi ini. Hanya butuh kejelian yang tahan lama, karena papan namanya tidak begitu jelas. Namun, tanpa butuh bertanya, anda pun bisa sampai di sana dengan selamat. Yang penting anda sudah memasuki kawasan Cipayung. Perhatikan plang yang ada di atas, di sebelah kanan jalan (jika anda bergerak dari arah bawah).

Setibanya di lokasi, mobil terpaksa diparkir 100 meter di bawah pintu masuk karena jalanan yang sangat sempit menyebabkan mobil agak sulit untuk masuk. Ditambah lagi saat itu sedang ramai sekali dikunjungi para wisatawan. Ya, saking penuhnya, ketika masuk pun saya yang sedikit kecewa lalu berpikir, 'ini sih apa bedanya dengan mal tumpah ke hutan?'. Dalam bayangan saya sebelum tiba di sana adalah nuansa Gunung Puntang yang masih sepi, yang melekat dalam benak saya. Kenyataan yang didapat ternyata jauh berbeda. Apalagi banyak pula perokok yang membuat udara segar menjadi sedikit tercemar. Tapi yang lebih parah adalah ketidaksaran para pengunjung dalam membuang sampah. Menurut saya sudah banyak tempat sampah yang dibuat, tetapi ternyata sampah masih banyak berserakan di rumput-rumput.


Bagian air terjun yang ke 7 juga sangat ramai dipadati manusia. Saya yang ingin bermain-main dengan air pun mengurungkan niat. Sulit menjangkau ke dekat air terjun karena padatnya orang-orang yang berebut ingin menikmati kesegaran air terjun. Akhirnya saya pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju air terjun no 6. Ya, dengan catatan paling tidak saya harus melalui jalur seperti mendaki gunung. Hanya saja tracknya tidak sesulit jika harus mendaki gunung sungguhan. Namun bagi saya yang tidak pernah naik gunung, jalanan menuju air terjun itu sudah cukup membuat saya kelelahan. Kaki saya pegal-pegal, padahal jalanan masih ada yang dibantu dengan beton. Meski waktu itu saya pernah mencoba melewati jalan pintas, yaitu dengan melewati bagian tanah yang dengan terpaksa harus sedikit merayap seperti cicak. Lumayan mengerikan bagi pemula seperti saya, memanjat tanah yang bisa saja longsor walaupun dengan sedikit bantan pijakan yang terbuat dari akar-akar pepohonan besar. Namun, itu semua adalah pengalaman baru bagi saya. Menyenangkan sekali.

Akhirnya dengan perjalanan yang sangat meletihkan (entah berapa kali melakukan break karena saya tidak kuat mendaki) saya dan adik saya pun tiba di air terjun no 6. Lumayanlah, meski tidak begitu memukau saya, namun kesejukkannya cukup memberi obat bagi keletihan saya. Kami sempatkan untuk berfoto sejenak dan juga merasakan dinginnya air karena di sana tidak seramai di bawah.

Setelah itu, kami pun memutuskan untuk melanjutkan pendakian (hahaha) menuju air terjun berikutnya. Tentu saja jalanan semakin menanjak. Kali ini jalur lintasan sudah murni hanya tanah-tanah pijakan dan akar-akar pohon yang besar. Tanjakan pun semakin lebih tinggi. Saya semakin merasakan letih. Parahnya, di tengah jalan yang sudah cukup memakan waktu dan tenaga itu, hujan gerimis mulai turun. Saya dan adik saya kebingungan bagaimana sebaiknya. Turun? Sayang karena sudah terlanjur jalan, Naik? tidak mungkin juga. Air terjun masih jauh dan jika hujan semakin besar maka jalan pulang kami akan licin sekali. Ditengah kebimbangan, kami bertemu dengan pendaki lainnya. Saling menyapa sejenak, kemudian ia menyarankan untuk turun saja karena air terjun masih jauh sementara hujan terasa semakin deras. Akhirnya dengan perhitungan kami yang masih awam dan tidak berencana menginap tenda di sana, kami pun turun. Bersama pendaki lainnya.

Sebenarnya turun tidaklah memakan banyak waktu, hanya perlu ekstra hati-hati. Tanah sudah mulai licin dan terasa begitu terjal. Jika tidak pelan-pelan, bisa saja tergelincir. Hanya saja, kaki saya yang bergetar karena kelelahan membuat jalan pulang saya sedikit kesulitan. Saya terus memaksakan diri supaya gemetaran di kaki bisa dikendalikan hingga saya tiba di bawah. Puji Tuhan semua pun berjalan lancar.
Saya merasa begitu senang bisa mendapat pengalaman baru yang tidak pernah terlintas di benak saya bahwa saya akan mendaki semi gunung itu.

Yang jelas, bagi saya sebenarnya curug Cilember adalah tempat yang istimewa. Hanya saja perlu ditingkatkan kesadaran pengunjungnya agar jangan membuang sampah semabarangan.

No comments: