Setelah berminggu-minggu mencampakkan si blog, akhirnya saya mau posting lagi. Mood sudah kembali, kesadaran sudah menghentak lagi. Saya kangen nulis blog.
Jadi, dua minggu kemarin saya sempat berlibur ke Korea, kawan. Tapi, cerita mengenai liburan itu belum saya posting. Untuk sekarang saya cuma mau memberi komentar untuk sebuah film yang saya tonton kemarin ini. Pergi ke bioskop itu pun berkat ajakan teman, yang kalau tidak diajak, saya tidak akan pernah nonton film ini meski di twitter ramai dibicarakan sebagai salah satu film yang konon katanya keren. Berulang kali saya lihat, wabah film ini memang meracuni di time line saya. Dan, akhirnya kemarin saya pun menontonnya. Itulah Hunger Games. Yang pada akhirnya membuat saya keluar dari bioskop dengan perasaan datar.
Kenapa?
Pertama-tama, saya pribadi tidak membaca bukunya. Saya murni nonton karena ajakan. Ada, sih, sedikit rasa penasaran karena orang di time line ramai membicarakannya. Tapi, tidak sepenasaran itu sampai membuat saya dengan sukarela atas niat sendiri datang menontonnya.
Teman saya bilang, Hunger Games itu seperti sebuah movie dari Jepang berjudul Battle Royale. Tunggu, jangan protes dulu. Hanya ide generalnya saja, kok. Saya tidak bilang ada unsur kesamaan persis. Ide general mirip, tentu bukan hal besar, kan? Saya penyuka film Battle Royale. Sadis. Tegang. Syok. Dan, segala rasa yang memacu adrenalin (meski saya penakut) dihadirkan dalam film itu. Iming-iming kalau Hanger Games mirip dengan Battle Royale membuat saya merasa kalau saya akan menyukai Hunger Games. Saya pun duduk tenang dalam bioskop. Lampu mulai dimatikan. Layar lebar mulai menampakkan gambar pembukaan. Saya mulai menyimak.
Oke, sepertinya menegangkan.
Tapi, sejurus kemudian saya berubah pikiran. Saya menanti ketegangannya semakin bertambah dibanding pembukaannya. Sayang, saya tidak mendapatkan hal itu. Sebaliknya, saya merasa datar. Saya pun berusaha sabar untuk menanti titik yang membuat mata saya tidak berkedip.
Sampai di tengah cerita lebih, dimana saya sudah mulai merasa bosan dengan duduk yang sambil menahan pipis (saya agak malas ke toilet kalau sedang menonton, kecuali filmnya bisa di-pause), saya cuma mendapat setengah ketegangan dari adegan pertempurannya. Bagi saya, pertempuran semacam itu seperti mengganjal. Sepertinya nanggung. Ketika sudah hampir mencapai puncak, mood tegang itu kembali diturunkan. Apalagi dalam film, sepertinya tokoh utama terlalu banyak mendapat luck (atau mungkin karena pin mockingjay itu?). Chemistry antar tokoh utamanya pun tidak sampai pada saya, membuat saya cuma sekedar mengaggumi tampang mereka yang memang tampan dan cantik. Dan, yang paling membuat saya kecewa adalah aturan dari Hunger Games yang diubah-ubah terus. Itu cukup mengganggu saya. Setidaknya saya menuntut penjelasannya yang tak kunjung ada. Maaf, untuk para fans Katniss Everdeen dan Peeta Mellark (saya sendiri suka dua orang ini, cakep-cakep, bok!).
Akhirnya, tiga puluh ribu melayang untuk sesuatu yang tak sesuai ekspetasi. Meski kata teman saya seharusnya saya membaca bukunya terlebih dulu. Di sana segala penjelasan yang mungkin saya harapkan, ada tertulis. Sayang, bukunya tak saya baca. Dan, ditambah lagi, mungkin karena genre film ini untuk remaja, maka beberapa kesadisan yang saya harapkan tadi (karena dibandingkannya langsung dengan BR) terpaksa dihilangkan. Entahlah.
Dan, begitu keluar dari bioskop, saya malah merindukan Battle Royale.
Sebuah film lama (2000) yang menceritakan tentang murid kelas sembilan yang harus saling membunuh di sebuah pulau terpencil. Hanya satu yang boleh pulang. Dan, dialah pemenangnya. Kira-kira begitulah garis besarnya.
Mirip, kan?
Coba saja tonton. Jangan meringis. Karena tidak akan ada adegan tanpa darah. Hihihi.
Showing posts with label opini. Show all posts
Showing posts with label opini. Show all posts
Thursday, April 5, 2012
Sunday, May 15, 2011
#NOMENTION #NOOFFENSE
Tanpa bermaksud menyindir, atau bahasa kicaunya adalah #nomention, kerap kali saya merasa bahwa manusia itu banyak juga yang masuk ke dalam tipe licik. Entah bagaimana bentuk dan cara-cara yang digunakan, yang jelas sekali dua kali dia bisa menghujam kita dari belakang. Oh, terlalu sadis. Baiklah. Paling tidak dia akan “meninggalkan” kita, untuk sesuatu yang berbau kebahagiaan dirinya. Hati-hatilah.
Itu fakta. Realitas.
Banyak joker di balik topeng badut yang berkeliaran. Menyelinap di dalam nama pertemanan atau kolega, meluncurkan racun, lalu blash, jika tidak hati-hati maka kita yang menjadi korbannya.
Jangan pikirkan hal besar semacam penipuan materi. Materi bisa dicari. Tapi, sakit hati tak ada obatnya. Sekaya apa pun, sakit hati cuma akan menjadi luka yang tak mampu diobati, bahkan operasi oleh dokter kelas dunia. Kecuali iklas. Berusaha untuk pasrah dan setelah kejadian penikaman itu, berpikir dua kali untuk berhubungan lebih jauh dengan orang macam itu. Mungkin cuma ini treatment yang paling baik.
Memaafkan, tentu saja, melupakan? Tunggu dulu.
Bagai jaringan sel tumor, setiap momen merupakan sel-sel yang akan terus menempel dan dibawa sampai mati. Jadi, untuk melupakan akan selalu sulit.
Tapi, diatas semua itu, ada satu yang saya percaya juga merupakan treatment yang baik.
Yaitu, menulis.
Itu fakta. Realitas.
Banyak joker di balik topeng badut yang berkeliaran. Menyelinap di dalam nama pertemanan atau kolega, meluncurkan racun, lalu blash, jika tidak hati-hati maka kita yang menjadi korbannya.
Jangan pikirkan hal besar semacam penipuan materi. Materi bisa dicari. Tapi, sakit hati tak ada obatnya. Sekaya apa pun, sakit hati cuma akan menjadi luka yang tak mampu diobati, bahkan operasi oleh dokter kelas dunia. Kecuali iklas. Berusaha untuk pasrah dan setelah kejadian penikaman itu, berpikir dua kali untuk berhubungan lebih jauh dengan orang macam itu. Mungkin cuma ini treatment yang paling baik.
Memaafkan, tentu saja, melupakan? Tunggu dulu.
Bagai jaringan sel tumor, setiap momen merupakan sel-sel yang akan terus menempel dan dibawa sampai mati. Jadi, untuk melupakan akan selalu sulit.
Tapi, diatas semua itu, ada satu yang saya percaya juga merupakan treatment yang baik.
Yaitu, menulis.
Wednesday, May 4, 2011
Mi Instant Warung VS Mi Instant Rumahan
Untuk postingan kali ini, saya pengin membicarakan mengenai sebuah hal yang buat saya pribadi masih merupakan hal yang agak-agak gaib. Bukan ke arah mistis sih sebenarnya, cuma sampai sekarang pun saya nggak tau kenapa bisa begitu.
Jadi begini.
Pertama saya kan terkenal malas. Kalau sudah malas, tapi perut berontak minta diisi panganan, biasanya saya bakal berhadapan dengan pilihan memasak mi instant. Selain cepat dan mudah dalam menyajikannya, rasanya pun tiada duanya. Kalau nggak ingat efek sampingnya yang kurang bagus untuk tubuh, mungkin saya akan mengkonsumsi makanan itu setiap hari sampai mual sendiri.
Mi instant ini, meski rasanya lezat, ternyata punya perbedaan yang cukup signifikan dalam soal rasa, terutama disebabkan oleh faktor-faktor siapa yang memasaknya.
Kerap kali saya membuat mi instant yang rasanya mendekati pas-pasan, atau pernah juga rasanya bikin mual dan membuat saya memutuskan untuk nggak melahap habis satu bungkusnya itu. Tapi, begitu saya pergi ke warung-warung emperan yang menjual mi instant dan secangkir kopi hitam panas, rasa dari mi instant itu serasa berubah menjadi seperti mi buatan restoran kelas hotel lima. Nggak tau kenapa. Padahal dimasaknya pun menggunakan air dan segala perabotan yang sama dengan apa yang saya punya di rumah. Kelengkapan isinya pun terkadang sama dengan yang saya buat sendiri di rumah, telor, cabe dan potongan sayuran hijau yang segar.
Tapi, rasanya beda!
Itulah kenapa saya masih lebih suka mengeluarkan uang lima ribu untuk menjajal mi instant buatan warung ketimbang mengeluarkan uang dua ribu rupiah untuk membeli mi instant yang masih mentah.
Tapi, memang lebih baik jangan keseringan menyantap makanan yang satu ini, sih.
Jadi begini.
Pertama saya kan terkenal malas. Kalau sudah malas, tapi perut berontak minta diisi panganan, biasanya saya bakal berhadapan dengan pilihan memasak mi instant. Selain cepat dan mudah dalam menyajikannya, rasanya pun tiada duanya. Kalau nggak ingat efek sampingnya yang kurang bagus untuk tubuh, mungkin saya akan mengkonsumsi makanan itu setiap hari sampai mual sendiri.
Mi instant ini, meski rasanya lezat, ternyata punya perbedaan yang cukup signifikan dalam soal rasa, terutama disebabkan oleh faktor-faktor siapa yang memasaknya.
Kerap kali saya membuat mi instant yang rasanya mendekati pas-pasan, atau pernah juga rasanya bikin mual dan membuat saya memutuskan untuk nggak melahap habis satu bungkusnya itu. Tapi, begitu saya pergi ke warung-warung emperan yang menjual mi instant dan secangkir kopi hitam panas, rasa dari mi instant itu serasa berubah menjadi seperti mi buatan restoran kelas hotel lima. Nggak tau kenapa. Padahal dimasaknya pun menggunakan air dan segala perabotan yang sama dengan apa yang saya punya di rumah. Kelengkapan isinya pun terkadang sama dengan yang saya buat sendiri di rumah, telor, cabe dan potongan sayuran hijau yang segar.
Tapi, rasanya beda!
Itulah kenapa saya masih lebih suka mengeluarkan uang lima ribu untuk menjajal mi instant buatan warung ketimbang mengeluarkan uang dua ribu rupiah untuk membeli mi instant yang masih mentah.
Tapi, memang lebih baik jangan keseringan menyantap makanan yang satu ini, sih.
Monday, May 2, 2011
Pendidikan (Bukan) Sampah
Selamat hari pendidikan nasional.
Meresapi kata-kata pendidikan nasional, terkadang saya masih merasa miris dengan pendidikan di Indonesia. Selain kata mahal, entah kenapa banyak anak yang kurang—cenderung tidak, malah—menghargai makna dari pendidikan. Mungkin bagi mereka pendidikan hanya secuil harta yang bisa mereka beli dengan uang. Sehingga tak perlu bersusah payah untuk membuang-buang waktu terhadap satu hal bernama sekolah atau kuliah.
Jika mendengar adik saya bercerita mengenai teman-temannya yang tidak naik kelas, atau sama sekali tidak belajar dan seringkali mangkir dari jam belajar, kadang saya suka mencibir terhadap mereka. Kok ya enak banget bersikapnya? Masih bagus punya orangtua yang mampu membiayai pendidikan yang mahal, tapi mereka malah menyia-nyiakannya dengan memilih bersenang-senang dengan teman yang lain, ramai-ramai membolos, atau ramai-ramai membuat ulah. Seakan, tanpa melakukan hal-hal semacam itu, namanya tidak eksis sebagai seorang pelajar.
Memangnya sekolah mahal-mahal untuk berjuang mendapatkan eksis?
Okelah, jika eksis karena otak cemerlang, tapi tidak malukah jika eksis karena kasus berderet di dalam list buku?
Entah apa yang terjadi pada anak-anak sekolah jaman sekarang.
Sementara di belahan lain, banyak orang yang mengharapkan sekolah dan bisa duduk di bangku gedung yang nyaman untuk belajar, tetapi tidak bisa. Orangtua tak punya uang, gedung sekolah justru malah mau digusur tanpa kepedulian dari pemerintah setempat, atau persengketaan tanah bangunan gedung sekolah yang ujung-ujungnya diributkan karena masalah uang. Apalah arti semua itu?
Sekolah memang tidak menjamin masa depan seseorang untuk melanjutkan hidup. Tapi, setidaknya pantaslah kita yang mengenyam pendidikan hingga jauh sampai ke negri orang, untuk bersyukur bahwa kita masih bisa mengenyam ilmu dengan fasilitas yang lebih dari kata cukup.
Saya hanya berharap, hari pendidikan nasional ini bisa membuat para pelajar sedikit demi sedikit mulai menghargai arti sebuah pendidikan. Jika tidak, maka hancur sudah negri ini.
Meresapi kata-kata pendidikan nasional, terkadang saya masih merasa miris dengan pendidikan di Indonesia. Selain kata mahal, entah kenapa banyak anak yang kurang—cenderung tidak, malah—menghargai makna dari pendidikan. Mungkin bagi mereka pendidikan hanya secuil harta yang bisa mereka beli dengan uang. Sehingga tak perlu bersusah payah untuk membuang-buang waktu terhadap satu hal bernama sekolah atau kuliah.
Jika mendengar adik saya bercerita mengenai teman-temannya yang tidak naik kelas, atau sama sekali tidak belajar dan seringkali mangkir dari jam belajar, kadang saya suka mencibir terhadap mereka. Kok ya enak banget bersikapnya? Masih bagus punya orangtua yang mampu membiayai pendidikan yang mahal, tapi mereka malah menyia-nyiakannya dengan memilih bersenang-senang dengan teman yang lain, ramai-ramai membolos, atau ramai-ramai membuat ulah. Seakan, tanpa melakukan hal-hal semacam itu, namanya tidak eksis sebagai seorang pelajar.
Memangnya sekolah mahal-mahal untuk berjuang mendapatkan eksis?
Okelah, jika eksis karena otak cemerlang, tapi tidak malukah jika eksis karena kasus berderet di dalam list buku?
Entah apa yang terjadi pada anak-anak sekolah jaman sekarang.
Sementara di belahan lain, banyak orang yang mengharapkan sekolah dan bisa duduk di bangku gedung yang nyaman untuk belajar, tetapi tidak bisa. Orangtua tak punya uang, gedung sekolah justru malah mau digusur tanpa kepedulian dari pemerintah setempat, atau persengketaan tanah bangunan gedung sekolah yang ujung-ujungnya diributkan karena masalah uang. Apalah arti semua itu?
Sekolah memang tidak menjamin masa depan seseorang untuk melanjutkan hidup. Tapi, setidaknya pantaslah kita yang mengenyam pendidikan hingga jauh sampai ke negri orang, untuk bersyukur bahwa kita masih bisa mengenyam ilmu dengan fasilitas yang lebih dari kata cukup.
Saya hanya berharap, hari pendidikan nasional ini bisa membuat para pelajar sedikit demi sedikit mulai menghargai arti sebuah pendidikan. Jika tidak, maka hancur sudah negri ini.
Wednesday, April 27, 2011
Ketiban PR Fun Blogger
Duh, sebenernya saya nggak tau kenapa si abang Ellious itu menghibahkan PR tentang penjelasan Fun Blogger menurut masing-masing orang. Hemmm..., soalnya saya nggak merasa masuk ke tipikal orang yang fun, sih. Fun kan berarti menyenangkan, bukan? Hehehehe~~ Yah, apa pun artinya saya merasa belum bisa memberikan pelayanan semacam fun itu bagi siapa pun yang membaca blog saya.
Tapi, berhubung sudah dilempar ke saya, ya, nggak ada salahnya juga saya coba ikut aturan main dari si abang Ellious.
Menjabarkan kata Fun Blogger.
Kalau diartikan secara kata per kata, tentunya artinya akan menjadi berbeda. Fun ; menyenangkan dan Blogger ; orang yang punya dan bermain blog.
Tapi, kalau dari sudut pandang saya, fun blogger bermakna dimana seorang blogger menulis dan bercerita dengan jujur dan apa adanya, tanpa suatu desakan eksternal apa pun (deadline atau uang). Ya, tapi balik lagi ke pembacanya. Bisa menikmati atau tidak, bukan prioritas dari si blogger. Yang jelas, ketika menulis, seorang blogger sedang berada dalam tahap ingin menulis lepas dengan hati yang senang.
Hemmm..., kira-kira begitulah menurut saya.
Singkat saja. Nggak perlu panjang-panjang.
Lalu, PR ini tidak saya hibahkan pada orang tertentu. Saya malah berharap semua orang yang mau komen di bawah postingan ini, rela ikut menyumbang satu dua patah kata untuk turut menjelaskan tentang makna fun blogger itu sendiri.
Selamat mencoba! *eh?*
Tapi, berhubung sudah dilempar ke saya, ya, nggak ada salahnya juga saya coba ikut aturan main dari si abang Ellious.
Menjabarkan kata Fun Blogger.
Kalau diartikan secara kata per kata, tentunya artinya akan menjadi berbeda. Fun ; menyenangkan dan Blogger ; orang yang punya dan bermain blog.
Tapi, kalau dari sudut pandang saya, fun blogger bermakna dimana seorang blogger menulis dan bercerita dengan jujur dan apa adanya, tanpa suatu desakan eksternal apa pun (deadline atau uang). Ya, tapi balik lagi ke pembacanya. Bisa menikmati atau tidak, bukan prioritas dari si blogger. Yang jelas, ketika menulis, seorang blogger sedang berada dalam tahap ingin menulis lepas dengan hati yang senang.
Hemmm..., kira-kira begitulah menurut saya.
Singkat saja. Nggak perlu panjang-panjang.
Lalu, PR ini tidak saya hibahkan pada orang tertentu. Saya malah berharap semua orang yang mau komen di bawah postingan ini, rela ikut menyumbang satu dua patah kata untuk turut menjelaskan tentang makna fun blogger itu sendiri.
Selamat mencoba! *eh?*
Monday, April 11, 2011
Nasi Bungkus, Hujan Dan Orang
Hujan akhirnya menggujur kota Jakarta di siang harinya, setelah sekian saat hanya memajang mendung pada etalase langit. Saya bergerak menuju kantor. Merasa sangat beruntung karena ada pinky yang menemani sehingga saya tidak kebasahan. Macet tak menjadi masalah yang berarti. Bahkan menjadi satu titik penyentak nadi, ketika kemacetan membuat pinky tersendat di perempatan lampu merah Radio Dalam.
Di sudut pinggiran, tepatnya di depan sebuah salon yang entah apa namanya, dekat tiang listrik, mata saya terpaku pada dua orang--bapak dan anak, yang sedang asik berjongkok. Dengan tubuh hitam terbakar matahari, pakaian kumal dan ditemani rintikan hujan yang mulai berubah menjadi fase gerimis, mereka asik menyantap nasi bungkus berdua dalam keberbagian. Tak peduli pada ramainya jalanan akan kendaraan yang memuntahkan polusi, tak peduli pada gerimis yang pasti akan ikut bercampur pada makanan itu, apalagi soal apakah tangan mereka telah bersih sehingga layak untuk menciduk tiap kepalan nasi ke dalam mulut mereka.
Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana perut mereka bisa terisi dengan nasi--mungkin.
Peristiwa itu langsung membuat saya terenyak. Pinggir jalan, pun tanpa alas, mereka jadikan restoran pribadi.
Saya lantas ingat, seringkali adanya saya merasa tak pernah puas dengan makan yang "hanya itu saja". Atau mungkin, seringkali didera ngidam yang luar biasa untuk mencicipi makanan berharga puluhan ribu. Sementara bapak dan anak itu, saya lihat dari mobil, hanya menyantap nasi bungkus biasa. Pun harus berbagi.
Sebenarnya saya sempat mengabadikannya melalui ponsel, tetapi belum ada kesempatan untuk menguploadnya karena keburu ingin memposting kisah ini di blog.
Dan, melalui satu gambaran tersebut, saya berharap itulah teguran untuk saya bahwa saya masih harus lebih banyak bersyukur dengan kehidupan hingga titik ini.
Di sudut pinggiran, tepatnya di depan sebuah salon yang entah apa namanya, dekat tiang listrik, mata saya terpaku pada dua orang--bapak dan anak, yang sedang asik berjongkok. Dengan tubuh hitam terbakar matahari, pakaian kumal dan ditemani rintikan hujan yang mulai berubah menjadi fase gerimis, mereka asik menyantap nasi bungkus berdua dalam keberbagian. Tak peduli pada ramainya jalanan akan kendaraan yang memuntahkan polusi, tak peduli pada gerimis yang pasti akan ikut bercampur pada makanan itu, apalagi soal apakah tangan mereka telah bersih sehingga layak untuk menciduk tiap kepalan nasi ke dalam mulut mereka.
Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana perut mereka bisa terisi dengan nasi--mungkin.
Peristiwa itu langsung membuat saya terenyak. Pinggir jalan, pun tanpa alas, mereka jadikan restoran pribadi.
Saya lantas ingat, seringkali adanya saya merasa tak pernah puas dengan makan yang "hanya itu saja". Atau mungkin, seringkali didera ngidam yang luar biasa untuk mencicipi makanan berharga puluhan ribu. Sementara bapak dan anak itu, saya lihat dari mobil, hanya menyantap nasi bungkus biasa. Pun harus berbagi.
Sebenarnya saya sempat mengabadikannya melalui ponsel, tetapi belum ada kesempatan untuk menguploadnya karena keburu ingin memposting kisah ini di blog.
Dan, melalui satu gambaran tersebut, saya berharap itulah teguran untuk saya bahwa saya masih harus lebih banyak bersyukur dengan kehidupan hingga titik ini.
Friday, February 25, 2011
Dicari : Pelamar Yang Berminat
Banyak hal unik yang tak terduga datang dari orang-orang yang bahkan tidak kenal. Syukur-syukur pada akhirnya membawa tawa.
Di hari kemarin, salah seorang rekan kantor saya sedang sibuk melakukan short list untuk CV yang sudah masuk ke e-mail dia. Satu per satu e-mail dibukanya, dibaca dengan teliti, dan jika memang sesuai keinginannya, maka attachment dari sang pelamar akan dimasukkan ke dalam folder khusus. Nama dan subjek pada e-mail menjadi hal yang cukup rawan, sebenarnya. Karena begitu teman saya sampai pada list sebuah e-mail dari seseorang, tawanya tak bisa lagi tertahan. Maaf, kesalahan bukan pada CV atau bidang pendidikan yang telah dilalui orang itu. Seperti yang saya ungkit tadi, SUBJEK menjadi hal yang rawan, karena ternyata subjek pada e-mail sang pelamar tersebut mencantumkan kata-kata : Dicari Seorang Quality Control Staff.
Kan yang sedang mencari Staff baru adalah kami sebagai pihak kantor, tapi sang pelamar itu mencantumkan kata "dicari" yang membuat e-mail-nya terasa seperti seorang yang menitipkan barang dagangannya pada pedagang lain.
Mengirimkan lamaran melalui e-mail memang cepat dan praktis, tetapi banyak hal yang perlu diperhatikan sampai ke detailnya. Jangan pernah abaikan, meskipun hal itu kecil seperti Subjek.
Di hari kemarin, salah seorang rekan kantor saya sedang sibuk melakukan short list untuk CV yang sudah masuk ke e-mail dia. Satu per satu e-mail dibukanya, dibaca dengan teliti, dan jika memang sesuai keinginannya, maka attachment dari sang pelamar akan dimasukkan ke dalam folder khusus. Nama dan subjek pada e-mail menjadi hal yang cukup rawan, sebenarnya. Karena begitu teman saya sampai pada list sebuah e-mail dari seseorang, tawanya tak bisa lagi tertahan. Maaf, kesalahan bukan pada CV atau bidang pendidikan yang telah dilalui orang itu. Seperti yang saya ungkit tadi, SUBJEK menjadi hal yang rawan, karena ternyata subjek pada e-mail sang pelamar tersebut mencantumkan kata-kata : Dicari Seorang Quality Control Staff.
Kan yang sedang mencari Staff baru adalah kami sebagai pihak kantor, tapi sang pelamar itu mencantumkan kata "dicari" yang membuat e-mail-nya terasa seperti seorang yang menitipkan barang dagangannya pada pedagang lain.
Mengirimkan lamaran melalui e-mail memang cepat dan praktis, tetapi banyak hal yang perlu diperhatikan sampai ke detailnya. Jangan pernah abaikan, meskipun hal itu kecil seperti Subjek.
Thursday, February 10, 2011
Satu Satu Saja
Belakangan ini saya keteteran!
Mungkin ini merupakan dampak dari ketidakfokusan saya pada satu hal. Pemikiran bodoh saya mengatakan, kalau saya bisa mengerjakan beberapa hal sekaligus, belajar beberapa hal sekaligus, maka semua yang saya harap-harapkan bisa terealisasi. Tidak berharap menjadi mahir atau sempurna, paling tidak saya punya basic-nya. Tapi, nyatanya saya malah kebingungan sendiri.
Waktu itu bersama seorang teman, merencanakan waktu seharian untuk bersenang-senang sekaligus menimba ilmu. Waktu seharian itu kami menghabiskan bersama untuk makan ramen dan sushi. Dua hal itu bisa terealisasi karena kami tau kami butuh makan. Tapi, rencana yang satu lagi, yaitu mengulik kembali pelajaran bahasa Jepang dan Korea sekaligus, malah batal. Berakhir hanya dengan duduk-duduk, transfer harta karun, sambil berleye-leye dengan perut kenyang karena habis makan tanpa kenal situasi xDD
Di satu sisi puas, di sisi lain kecewa.
Puas, hasrat menyantap dua makanan favorit tersalurkan, kecewa karena ajang belajar kami jadi tertunda ke minggu-minggu berikutnya yang entah kapan, kami sendiri belum tau.
Saya sendiri ingin sekali menghilangkan kebiasaan memborong kegiatan dalam satu waktu itu. Tapi, rasanya masih sulit. Kadang, saya berusaha fokus pada satu hal, tapi di tengah jalan, fokus itu seperti samar, lalu malah pindah ke hal lainnya. Payah, memang. Tapi, mau gimana lagi, masih belum bisa sepenuhnya fokus pada satu hal.
Mungkin ini merupakan dampak dari ketidakfokusan saya pada satu hal. Pemikiran bodoh saya mengatakan, kalau saya bisa mengerjakan beberapa hal sekaligus, belajar beberapa hal sekaligus, maka semua yang saya harap-harapkan bisa terealisasi. Tidak berharap menjadi mahir atau sempurna, paling tidak saya punya basic-nya. Tapi, nyatanya saya malah kebingungan sendiri.
Waktu itu bersama seorang teman, merencanakan waktu seharian untuk bersenang-senang sekaligus menimba ilmu. Waktu seharian itu kami menghabiskan bersama untuk makan ramen dan sushi. Dua hal itu bisa terealisasi karena kami tau kami butuh makan. Tapi, rencana yang satu lagi, yaitu mengulik kembali pelajaran bahasa Jepang dan Korea sekaligus, malah batal. Berakhir hanya dengan duduk-duduk, transfer harta karun, sambil berleye-leye dengan perut kenyang karena habis makan tanpa kenal situasi xDD
Di satu sisi puas, di sisi lain kecewa.
Puas, hasrat menyantap dua makanan favorit tersalurkan, kecewa karena ajang belajar kami jadi tertunda ke minggu-minggu berikutnya yang entah kapan, kami sendiri belum tau.
Saya sendiri ingin sekali menghilangkan kebiasaan memborong kegiatan dalam satu waktu itu. Tapi, rasanya masih sulit. Kadang, saya berusaha fokus pada satu hal, tapi di tengah jalan, fokus itu seperti samar, lalu malah pindah ke hal lainnya. Payah, memang. Tapi, mau gimana lagi, masih belum bisa sepenuhnya fokus pada satu hal.
Saturday, January 22, 2011
Tahun Baru Resolusi Baru
Eh, telatkah saya menyinggung hal ini di saat bulan Januari hampir selesai?
Tapi, jika pertanyaan apa resolusi di tahun baru-mu kamu dapatkan, apa yang akan kamu jawab? Jujur saya tidak bisa berkata-kata.
Hmmm, saya tidak ingin mengatakan bahwa saya adalah mahluk dengan masa depan suram. Saya punya beberapa resolusi, tapi mungkin tidak perlu diutarakan secara gamblang. Paling tidak, apa yang ingin saya capai di tahun ini, ada listnya. Tidak dalam list secara tertulis nyata, tapi list dalam hati yang seringkali saya tekankan sendiri. Biasanya apa yang saya tulis (list-list semacam itu) pada akhirnya justru cuma jadi tulisan yang tak berarti. Dan, ketika di tahun berikutnya saya baca list itu, saya cuma bisa tersenyum miris.
Jadi kali ini, biar hati saya menjadi brankas paling kokoh untuk menyembunyikan list resolusi di tahun ini.
Tapi, apakah resolusi itu penting?
Saya pernah mendengar ada yang menjawab nggak penting alias cuma ikut-ikutan saja, tapi ada juga yang saya dengar, resolusi itu penting. Saya sendiri tidak pernah menargetkan harus punya resolusi setiap tahun. Yang namanya resolusi, buat saya, bisa untuk jangka pendek. Misalkan minggu ini saya harus punya resolusi membuat sepuluh orang tersenyum pada saya. Tapi, terlepas penting atau tidak, yang namanya manusia memang harus punya tujuan. Apa pun itu selama positif, harus bersusah payah dicapai.
Semoga di tahun baru ini, apa yang menjadi harapan teman-teman sekalian bisa terpenuhi. Paling tidak dua dari tiga list yang ada bisa terwujud. Semangat!!
NOTE :
Saya baru saja mengganti alamat blog Rain Affair --> jika tidak keberatan bisa di cek di :
http://claracanceriana.blogspot.com/
Tapi, jika pertanyaan apa resolusi di tahun baru-mu kamu dapatkan, apa yang akan kamu jawab? Jujur saya tidak bisa berkata-kata.
Hmmm, saya tidak ingin mengatakan bahwa saya adalah mahluk dengan masa depan suram. Saya punya beberapa resolusi, tapi mungkin tidak perlu diutarakan secara gamblang. Paling tidak, apa yang ingin saya capai di tahun ini, ada listnya. Tidak dalam list secara tertulis nyata, tapi list dalam hati yang seringkali saya tekankan sendiri. Biasanya apa yang saya tulis (list-list semacam itu) pada akhirnya justru cuma jadi tulisan yang tak berarti. Dan, ketika di tahun berikutnya saya baca list itu, saya cuma bisa tersenyum miris.
Jadi kali ini, biar hati saya menjadi brankas paling kokoh untuk menyembunyikan list resolusi di tahun ini.
Tapi, apakah resolusi itu penting?
Saya pernah mendengar ada yang menjawab nggak penting alias cuma ikut-ikutan saja, tapi ada juga yang saya dengar, resolusi itu penting. Saya sendiri tidak pernah menargetkan harus punya resolusi setiap tahun. Yang namanya resolusi, buat saya, bisa untuk jangka pendek. Misalkan minggu ini saya harus punya resolusi membuat sepuluh orang tersenyum pada saya. Tapi, terlepas penting atau tidak, yang namanya manusia memang harus punya tujuan. Apa pun itu selama positif, harus bersusah payah dicapai.
Semoga di tahun baru ini, apa yang menjadi harapan teman-teman sekalian bisa terpenuhi. Paling tidak dua dari tiga list yang ada bisa terwujud. Semangat!!
NOTE :
Saya baru saja mengganti alamat blog Rain Affair --> jika tidak keberatan bisa di cek di :
http://claracanceriana.blogspot.com/
Saturday, January 8, 2011
SM*SH Made In Indonesia
You know me so well~~ Girl I need you~~
Girl I love you~~ Girl I heart you~~
Itulah sepenggal potongan lirik lagu yang dipopulerkan oleh SM*SH yang semenjak debut pertamanya langsung dilempari caci maki dan berbagai hujatan berlabel plagiat. Sebuah grup baru asal Indonesia yang mengusung konsep boy band yang agak beda tipis dengan boy band asia lain, yang memang namanya sudah sangat beken. Sebut saja Super Junior.
Mulanya saya sih tidak begitu mau ambil pusing soal SMASH ini.
Dalam artian, tidak ingin mengangkatnya ke dalam sebuah tulisan untuk blog. Tapi, entah kenapa lama-lama kok terasa gatal juga untuk membahasnya. Kenapa? Karena pada akhirnya saya merasa kasihan pada orang yang mencaci maki atau menghina-hina grup ini dengan sebutan plagiat.
Meski awal debut itu pun saya pernah protes "ini grup apaaannnn?" dengan sedikit shock, tapi lama-lama ketika saya perhatikan saya tau bahwa mereka memang sebenarnya punya potensi HANYA saja KURANG diasah. Mereka mungking terlalu instan. Padahal kalau diberi waktu untuk menjalani training, saya rasa skill mereka bisa lebih baik. Nggak usah sempurna, tapi selama enak dilihat untuk menghibur orang banyak, ya sudah. Itu cukup. Memang begitu kan hiburan. Dan, nyatanya memang SMASH ini bisa membuktikannya. Terlihat dari perfomance pertama mereka yang dibalut dengan suasana lipsync yang kental, akhirnya belakangan sudah mulai menggunakan vokal asli mereka sendiri. Perlahan-lahan, konsep lipsync pun ditinggalkan.
Saya salut. Lalu, berubah pikiran untuk tidak menghina boyband ini lagi.
Setidaknya ada terobosan baru di dunia musik Indonesia. Nggak cuma lagu-lagu melayu yang bunyinya macam "Bertahan satu Ce.Ii.eN.Te.Aa" atau "Mau dibawa kemana hubungan ini...?" (-_____-)" bosannnnn~~ kuping saya sakit lagunya itu lagi, itu lagi. Kalau persoalan lagunya mirip si anu, MV nya mirip si Suju, atau apalah itu, kenapa tidak kita terima saja. Anggap sebagai first debut yang mungkin terlalu cepat sehingga tidak sempat memikirkan konsep yang akan diusung grup ini secara matang. Toh, idol grup beberapa negara sering tersangkut kasus plagiat-plagiatan juga, kok. Rasanya wajar, mengingat sudah tak ada lagi yang original di dunia ini. Yang ada hanyalah sebuah terobosan baru dan bagaimanakah kita berani untuk melakukan terobosan itu.
Tapi, yah..., ini hanya opini seorang clara saja loh xDD
Girl I love you~~ Girl I heart you~~
Itulah sepenggal potongan lirik lagu yang dipopulerkan oleh SM*SH yang semenjak debut pertamanya langsung dilempari caci maki dan berbagai hujatan berlabel plagiat. Sebuah grup baru asal Indonesia yang mengusung konsep boy band yang agak beda tipis dengan boy band asia lain, yang memang namanya sudah sangat beken. Sebut saja Super Junior.
Mulanya saya sih tidak begitu mau ambil pusing soal SMASH ini.
Dalam artian, tidak ingin mengangkatnya ke dalam sebuah tulisan untuk blog. Tapi, entah kenapa lama-lama kok terasa gatal juga untuk membahasnya. Kenapa? Karena pada akhirnya saya merasa kasihan pada orang yang mencaci maki atau menghina-hina grup ini dengan sebutan plagiat.
Meski awal debut itu pun saya pernah protes "ini grup apaaannnn?" dengan sedikit shock, tapi lama-lama ketika saya perhatikan saya tau bahwa mereka memang sebenarnya punya potensi HANYA saja KURANG diasah. Mereka mungking terlalu instan. Padahal kalau diberi waktu untuk menjalani training, saya rasa skill mereka bisa lebih baik. Nggak usah sempurna, tapi selama enak dilihat untuk menghibur orang banyak, ya sudah. Itu cukup. Memang begitu kan hiburan. Dan, nyatanya memang SMASH ini bisa membuktikannya. Terlihat dari perfomance pertama mereka yang dibalut dengan suasana lipsync yang kental, akhirnya belakangan sudah mulai menggunakan vokal asli mereka sendiri. Perlahan-lahan, konsep lipsync pun ditinggalkan.
Saya salut. Lalu, berubah pikiran untuk tidak menghina boyband ini lagi.
Setidaknya ada terobosan baru di dunia musik Indonesia. Nggak cuma lagu-lagu melayu yang bunyinya macam "Bertahan satu Ce.Ii.eN.Te.Aa" atau "Mau dibawa kemana hubungan ini...?" (-_____-)" bosannnnn~~ kuping saya sakit lagunya itu lagi, itu lagi. Kalau persoalan lagunya mirip si anu, MV nya mirip si Suju, atau apalah itu, kenapa tidak kita terima saja. Anggap sebagai first debut yang mungkin terlalu cepat sehingga tidak sempat memikirkan konsep yang akan diusung grup ini secara matang. Toh, idol grup beberapa negara sering tersangkut kasus plagiat-plagiatan juga, kok. Rasanya wajar, mengingat sudah tak ada lagi yang original di dunia ini. Yang ada hanyalah sebuah terobosan baru dan bagaimanakah kita berani untuk melakukan terobosan itu.
Tapi, yah..., ini hanya opini seorang clara saja loh xDD
Wednesday, January 5, 2011
Kenangan Merapi

Antriannya sangat panjang. Bahkan berkilo-kilo meter. Tapi, bisa dimaklumi karena sedang hari libur. Dan di perbatasan itu, kita harus membayar uang sumbangan sebagai tiket masuk sebesar Rp 5000 saja.


Langit di kaki merapi ini selalu berubah. Ketika masih cukup jauh (sekitar 7 km) dari gunung merapi, udara masih agak panas, langit terang dan bahkan terik matahari pun terasa. Tapi begitu mendekati gunung, langit berubah sedikit kelabu seperti mendung dan angin bertiup sangat kencang hingga saya menggigil kedinginan.



Sunday, November 14, 2010
Mencintai Apa Yang Bisa Dicintai

Banyak orang yang sering mengeluh. Salah satunya saya. Kalau mood swing saya sedang jatuh ke titik terendah, ditambah lelah dan sikap negatif orang sekitar, saya pasti akan mengeluh. Beginilah, begitulah. Pada titik itu, semua hal yang buruk akan selalu tampak lebih jelas. Sejelas awan mendung yang menggelayuti pagi ini saat saya sedang menulis postingan. Entah kenapa. Mungkin otaknya sudah tertutup kabut. Sehingga sulit sekali meraba hal yang indahnya.
Mencintai apa yang bisa dicintai...
Bukan sebuah kepasrahan. Terkadang, mata kita hanya bias pada satu titik impian. Dan ego kita sudah tertancap di sana. Lalu, yang lebih parah karena kita tidak bisa melihat hal positif apa yang sudah kita dapat.
Mencintai apa yang bisa dicintai...
Mencoba bersyukur bukanlah hal buruk. Berusaha membuat diri nyaman dengan situasi yang memaksa menyingkirkan kita lebih jauh dari ujung mimpi, juga bukanlah kesalahan. Mengubah titik pandang bahwa selalu ada hal positif dari setiap terjebaknya kita pada berbagai hal.
Mencintai apa yang bisa dicintai...
Karena nantinya pasti akan sadar. Bahwa apa yang ada sekarang, justru adalah yang terbaik yang tak pernah bisa dibayangkan. Bukan detik ini, atau menit ini, jawaban atas semua kegalauan karena tak menyukai apa yang ada sekarang ini, bisa muncul seperti lagu yang ingin kamu dengarkan melalui i-pod. Mungkin ragu, mungkin gelisah, tapi bersyukurlah untuk perasaan itu. Artinya kita hidup! Dan, masih hidup. Rasa kita tak mati.
Mencintai apa yang bisa dicintai...
Sampai akhirnya tukang penjual makanan itu datang, menyelamatkan kita dari bahaya kelaparan. Pada waktunya, dia akan datang. Dan, akhirnya kita juga yang akan menikmati semua itu. Fokus dan jadikan mimpi sebagai sugesti kuat dalam diri. Pada akhirnya, kamu akan sangat sangat mencintai mimpimu yang tercapai. Dan, bukan lagi karena mencintai apa yang bisa dicintai....
Untuk siapa pun, kamu, kamu dan juga saya.
picture taken from dayjeejenny
Saturday, October 30, 2010
Adaptasi Seperti Bunglon
Sebagai manusia yang adalah mahluk sosial, tentunya kita sangat membutuhkan kehadiran orang lain. Hidup bermasyarakat membuat kita harus masuk menjadi salah satu bagian dari mereka. Tentunya kita harus beradaptasi ketika masuk ke sebuah lingkungan baru. Kita harus menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebiasaan dari lingkungan kita sendiri supaya bisa diterima oleh mereka, tanpa sekali pun menanggalkan jati diri kita yang sebenarnya.
Saya bukan orang yang mendapat anugerah untuk cepat dalam beradaptasi. Saya membutuhkan waktu bahkan lebih dari seminggu untuk merasa nyaman dengan tempat atau pergaulan yang baru. Saya perlu mengamati bagaimana lingkungan baru saya, apa kesukaan mereka, bagaimana cara mereka bercanda, dan lainnya. Tentu saja saya merasa perlu melakukan pengamatan itu supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam beberapa hal terutama bercanda. Kadang ada lingkungan yang terbiasa dengan candaan yang cukup kasar, tapi ada juga yang bisa tersinggung dengan satu kata 'bodoh' saja.
Tapi, sekarang saya merasa diri saya seperti terbagi dalam beberapa warna. Ya, mungkin seperti bunglon. Di satu sisi, saya merasakan sebuah kenikmatan dalam sebuah hidup. Hakakak~ lebayyyy, tapi itu kenyataan. Beraneka ragam lingkungan yang saya masuki sehingga saya merasa bertemu dengan banyak karakter yang bisa saya pelajari. Toh, intinya saya hanya harus membuat diri saya merasa nyaman dan tidak mengubah apa pun dari saya. Meskipun saya harus mengubah beberapa sikap karena tak semua lingkungan akan bisa menerima sebagian sikap saya. Hanya sekedar penyesuaian kecil.
Jadi, saya pikir tak ada salahnya kita menjadi seperti bunglon yang suka berubah-ubah tergantung lingkungan dia berada. Selama tidak mengubah kepribadian, bukankah sah-sah saja menyesuaikan diri pada lingkungan tertentu?
Bagaimana dengan teman-teman?
Saya bukan orang yang mendapat anugerah untuk cepat dalam beradaptasi. Saya membutuhkan waktu bahkan lebih dari seminggu untuk merasa nyaman dengan tempat atau pergaulan yang baru. Saya perlu mengamati bagaimana lingkungan baru saya, apa kesukaan mereka, bagaimana cara mereka bercanda, dan lainnya. Tentu saja saya merasa perlu melakukan pengamatan itu supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam beberapa hal terutama bercanda. Kadang ada lingkungan yang terbiasa dengan candaan yang cukup kasar, tapi ada juga yang bisa tersinggung dengan satu kata 'bodoh' saja.
Tapi, sekarang saya merasa diri saya seperti terbagi dalam beberapa warna. Ya, mungkin seperti bunglon. Di satu sisi, saya merasakan sebuah kenikmatan dalam sebuah hidup. Hakakak~ lebayyyy, tapi itu kenyataan. Beraneka ragam lingkungan yang saya masuki sehingga saya merasa bertemu dengan banyak karakter yang bisa saya pelajari. Toh, intinya saya hanya harus membuat diri saya merasa nyaman dan tidak mengubah apa pun dari saya. Meskipun saya harus mengubah beberapa sikap karena tak semua lingkungan akan bisa menerima sebagian sikap saya. Hanya sekedar penyesuaian kecil.
Jadi, saya pikir tak ada salahnya kita menjadi seperti bunglon yang suka berubah-ubah tergantung lingkungan dia berada. Selama tidak mengubah kepribadian, bukankah sah-sah saja menyesuaikan diri pada lingkungan tertentu?
Bagaimana dengan teman-teman?
Sunday, October 24, 2010
Jamur di Jakarta??
Lagi-lagi soal Jakarta. Kota yang katanya metropolitan itu memang selalu ada saja yang patut dibahas. Seolah tidak habis masa tenarnya. Kota tempat saya menghabiskan keseharian, yang kadang kala memang membuat saya harus mengelus dada untuk lebih bersabar lagi.
Macet, kendaraan yang semakin hari semakin berjubel, transportasi umum yang seenak jidatnya, orang-orang yang berlalu-lalang tanpa kenal trotoar, belum lagi banyak berdirinya bangunan-bangunan tinggi seperti sebuah trend legging yang masuk ke dunia fashion. Bangunan? Hmmm..., pembangunan apa? Dari apa yang saya lihat dan dengar belakangan, Jakarta sedang hot-hot-nya membangun mall atau apartemen. Yap, belum lama sebuah mall jadi dan diresmikan di daerah Gandaria. Tapi, di tempat lain, beberapa bangunan yang konon katanya akan menambah jumlah deretan mall pun sedang dalam proses. Tentu saja hal ini membuat saya menjuluki bahwa ada jamur di Jakarta yaitu : mall.
Saya pribadi bukan mahluk mall, meski dekat kantor saya ada tiga macam mall yang berdiri tegak (hehehe~ dari kantor ke mall tinggal buka pintu). Belum lagi jalan sedikit lagi, sudah ketemu lagi yang namanya mall. Pilihannya sih jadi banyak, tapi jadi pusing juga kalau melihat begitu banyak gedung tinggi yang kalau saya sendiri akan berpikir, buat apa?
Tujuan saya ke mall cuma terdiri atas : toko buku, bioskop atau food court. Tak lebih tak kurang. Tapi, kadang kala saya juga harus keluar masuk toko baju untuk menemani teman berbelanja. Saya sendiri? Cuci mata aja, deh. Duit saya nggak berjodoh dengan Top Shop, Debenhams atau pun Zara. Jangan ditanya harganya berapa. Yang jelas, satu kaos bisa seharga lima sampai delapan komik normal.
Mengerikan >_<
Sekarang, setiap kali berkeliling Jakarta, rasanya saya hanya berpapasan dengan gedung-gedung tinggi saja. Penuh, sesak, padat. Dan, saya mulai jengah dengan semuanya. Pusing. Saya mau lihat sawah. Saya mau lihat bebek satu genk berkeliaran. Saya mau main di sungai. Saya mau udara segar.
Saya..., kangen kampung eyang saya.
Bagaimana dengan teman-teman sendiri, apakah juga senang bergaul di mall? Atau justru memilih diam di rumah saja?
Macet, kendaraan yang semakin hari semakin berjubel, transportasi umum yang seenak jidatnya, orang-orang yang berlalu-lalang tanpa kenal trotoar, belum lagi banyak berdirinya bangunan-bangunan tinggi seperti sebuah trend legging yang masuk ke dunia fashion. Bangunan? Hmmm..., pembangunan apa? Dari apa yang saya lihat dan dengar belakangan, Jakarta sedang hot-hot-nya membangun mall atau apartemen. Yap, belum lama sebuah mall jadi dan diresmikan di daerah Gandaria. Tapi, di tempat lain, beberapa bangunan yang konon katanya akan menambah jumlah deretan mall pun sedang dalam proses. Tentu saja hal ini membuat saya menjuluki bahwa ada jamur di Jakarta yaitu : mall.
Saya pribadi bukan mahluk mall, meski dekat kantor saya ada tiga macam mall yang berdiri tegak (hehehe~ dari kantor ke mall tinggal buka pintu). Belum lagi jalan sedikit lagi, sudah ketemu lagi yang namanya mall. Pilihannya sih jadi banyak, tapi jadi pusing juga kalau melihat begitu banyak gedung tinggi yang kalau saya sendiri akan berpikir, buat apa?
Tujuan saya ke mall cuma terdiri atas : toko buku, bioskop atau food court. Tak lebih tak kurang. Tapi, kadang kala saya juga harus keluar masuk toko baju untuk menemani teman berbelanja. Saya sendiri? Cuci mata aja, deh. Duit saya nggak berjodoh dengan Top Shop, Debenhams atau pun Zara. Jangan ditanya harganya berapa. Yang jelas, satu kaos bisa seharga lima sampai delapan komik normal.
Mengerikan >_<
Sekarang, setiap kali berkeliling Jakarta, rasanya saya hanya berpapasan dengan gedung-gedung tinggi saja. Penuh, sesak, padat. Dan, saya mulai jengah dengan semuanya. Pusing. Saya mau lihat sawah. Saya mau lihat bebek satu genk berkeliaran. Saya mau main di sungai. Saya mau udara segar.
Saya..., kangen kampung eyang saya.
Bagaimana dengan teman-teman sendiri, apakah juga senang bergaul di mall? Atau justru memilih diam di rumah saja?
Sunday, October 17, 2010
Hi, Where Are You? Here, On Twitter.
Sudahkah Anda meng-update status hari ini?

Belakangan ini, entah kenapa jejaring sosial semakin marak saja. Friendster (yang sudah mulai ditinggalkan), Facebook, tumblr., dan yang sekarang pun heboh, Twitter. Jejaring sosial yang mengandalkan lambang burung biru ini ternyata menjadi sangat mewabah selayaknya virus yang menyerang ke semua kalangan, meski ada 1 : 1000 yang mungkin tidak memiliki akun di Twitter. Hanya dengan 140 kata, kita bisa bebas mengekspresikan perasaan, berbagi informasi atau bahkan menyampah yang tidak penting, hanya untuk sekedar eksis atau terlihat 'ada'.
Berbondong-bondong orang akan mencari follower sekaligus mem-following siapa pun melalui media dunia virtual. Bahkan bagi orang-orang pecinta dunia foto (kalau tak ingin dikatakan narsis), dengan sangat mudah mereka bisa memajang foto hasil jepretan saat itu kepada ribuan orang--tergantung berapa jumlah followers-nya. Hanya hitungan detik dan, tara~ semua pun bisa tau keberadaan, kondisi, perasaan, lokasi dan segala hal yang berhubungan dengan pribadi.
Kiprah jejaring sosial Twitter rupanya telah membuat sebagian besar masyarakat seperti sedang mencandu. Jalan ke sebuah tempat, laporan. Lagi sedih, laporan. Lagi pengin gila, laporan. Dan, mungkin lagi cari jodoh pun, laporan (hehehehe~). Rasanya tangan ini dilatih untuk tetap berjabatan dengan si tuit ini. Ponsel seperti sudah dipasang rantai dengan tangan, seperti borgol. Jika sehari saja tidak menuliskan status, mungkin rasanya seperti seharian tidak minum air putih #lebay~~
Bagi saya, kondisi seperti ini seperti menggambarkan bahwa kita hidup dalam Twitter. Dan, tak apa juga jika saya katakan "ya, saya ada di Twitter" seperti judul di atas.
Lalu salahkah jika kita mengandalkan dan hidup di Twitter??
Saya pribadi tidak pernah memandang jejaring sosial sebagai wadah yang merugikan. Yah, katakan saja seperti yin dan yang bahwa setiap hal pasti ada baik dan buruk, untung dan rugi. Tentu saya tidak membela Twitter. Tapi, tak saya pungkiri bahwa banyak informasi yang bisa saya peroleh dari jejaring yang satu ini. Informasi yang simpel, padat dan jelas karena hanya memuat 140 kata sehingga setiap orang akan dipaksa berpikir untuk memakai kata yang singkat tapi bermakna.
Melalui kotak 140 kata ini juga, saya bisa tetap berinteraksi dengan teman-teman tanpa dituntut harus me-reply dengan cepat. Apalagi koneksi Twitter sudah bisa menggunakan beberapa media seperti Echofon (yang saya pakai di komputer rumah), TweetDeck, dan media lainnya yang jauh lebih ringan daripada harus melalui web asli. Sehingga hal seperti ini cukup memudahkan orang yang mendapat siksaan dari koneksi internet yang mungkin lambat.
Sayangnya, terkadang Twitter membuat orang tidak peduli dengan sekitar. Terkadang juga dinilai seperti membuang-buang waktu atau tidak ada kerjaan karena harus "laporan" itu tadi. "Buat apa punya twitter?" Mungkin akan banyak yang berpikir seperti itu.
Sementara saya sendiri, merasa cukup berguna bisa mengandalkan Twitter, bagaimana dengan teman-teman yang juga mempunya akun Twitter?
Masalah untung dan rugi, saya rasa semuanya kembali pada diri masing-masing. Bagaimana 'dia' memanfaatkan 'hal' itu sehingga tidak menjadi sia-sia. Dan, yang terakhir, jangan lupa follow saya : @kura_jjang xDD *tetep promosiiiiii~*

Belakangan ini, entah kenapa jejaring sosial semakin marak saja. Friendster (yang sudah mulai ditinggalkan), Facebook, tumblr., dan yang sekarang pun heboh, Twitter. Jejaring sosial yang mengandalkan lambang burung biru ini ternyata menjadi sangat mewabah selayaknya virus yang menyerang ke semua kalangan, meski ada 1 : 1000 yang mungkin tidak memiliki akun di Twitter. Hanya dengan 140 kata, kita bisa bebas mengekspresikan perasaan, berbagi informasi atau bahkan menyampah yang tidak penting, hanya untuk sekedar eksis atau terlihat 'ada'.
Berbondong-bondong orang akan mencari follower sekaligus mem-following siapa pun melalui media dunia virtual. Bahkan bagi orang-orang pecinta dunia foto (kalau tak ingin dikatakan narsis), dengan sangat mudah mereka bisa memajang foto hasil jepretan saat itu kepada ribuan orang--tergantung berapa jumlah followers-nya. Hanya hitungan detik dan, tara~ semua pun bisa tau keberadaan, kondisi, perasaan, lokasi dan segala hal yang berhubungan dengan pribadi.
Kiprah jejaring sosial Twitter rupanya telah membuat sebagian besar masyarakat seperti sedang mencandu. Jalan ke sebuah tempat, laporan. Lagi sedih, laporan. Lagi pengin gila, laporan. Dan, mungkin lagi cari jodoh pun, laporan (hehehehe~). Rasanya tangan ini dilatih untuk tetap berjabatan dengan si tuit ini. Ponsel seperti sudah dipasang rantai dengan tangan, seperti borgol. Jika sehari saja tidak menuliskan status, mungkin rasanya seperti seharian tidak minum air putih #lebay~~
Bagi saya, kondisi seperti ini seperti menggambarkan bahwa kita hidup dalam Twitter. Dan, tak apa juga jika saya katakan "ya, saya ada di Twitter" seperti judul di atas.
Lalu salahkah jika kita mengandalkan dan hidup di Twitter??
Saya pribadi tidak pernah memandang jejaring sosial sebagai wadah yang merugikan. Yah, katakan saja seperti yin dan yang bahwa setiap hal pasti ada baik dan buruk, untung dan rugi. Tentu saya tidak membela Twitter. Tapi, tak saya pungkiri bahwa banyak informasi yang bisa saya peroleh dari jejaring yang satu ini. Informasi yang simpel, padat dan jelas karena hanya memuat 140 kata sehingga setiap orang akan dipaksa berpikir untuk memakai kata yang singkat tapi bermakna.
Melalui kotak 140 kata ini juga, saya bisa tetap berinteraksi dengan teman-teman tanpa dituntut harus me-reply dengan cepat. Apalagi koneksi Twitter sudah bisa menggunakan beberapa media seperti Echofon (yang saya pakai di komputer rumah), TweetDeck, dan media lainnya yang jauh lebih ringan daripada harus melalui web asli. Sehingga hal seperti ini cukup memudahkan orang yang mendapat siksaan dari koneksi internet yang mungkin lambat.
Sayangnya, terkadang Twitter membuat orang tidak peduli dengan sekitar. Terkadang juga dinilai seperti membuang-buang waktu atau tidak ada kerjaan karena harus "laporan" itu tadi. "Buat apa punya twitter?" Mungkin akan banyak yang berpikir seperti itu.
Sementara saya sendiri, merasa cukup berguna bisa mengandalkan Twitter, bagaimana dengan teman-teman yang juga mempunya akun Twitter?
Masalah untung dan rugi, saya rasa semuanya kembali pada diri masing-masing. Bagaimana 'dia' memanfaatkan 'hal' itu sehingga tidak menjadi sia-sia. Dan, yang terakhir, jangan lupa follow saya : @kura_jjang xDD *tetep promosiiiiii~*
NOTE : picture taken from Mau Russo Design
Thursday, October 14, 2010
Journey To Your Future
"Habis ini, mau kuliah dimana?"
"Setelah lulus, ada rencana bekerja dimana?"

Pernah berhadapan dengan pertanyaan semacam ini? Apa jawaban kalian?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kerap kali muncul begitu saja dari bibir orang lain atau keluarga sendiri. Pertanyaan yang bisa dikategorikan basa-basi, tapi juga bisa menjebak kita ke dalam poros bernama bingung. Pertanyaan yang pada akhirnya menjadi salah satu lompatan dalam perjalanan menuju masa depan kita sendiri.
Menentukan masa depan adalah hal tersulit yang sampai sekarang pun belum bisa saya putuskan. Mungkin juga orang kebanyakan. Mau jadi apa? Mungkin ketika masih kecil, akan banyak sekali jawaban yang bisa keluar. Mau jadi dokter, astronot, presiden. Tapi faktanya, ketika semakin bertumbuh dan menemui kehidupan nyata yang cukup kejam, semua jawaban sewaktu kecil seakan hanya jadi kenangan di masa kanak-kanak.
Perjalanan menuju masa depan seperti perjalanan sehari-harimu, ketika akhirnya di tengah jalan kamu bertemu dengan sebuah tempat yang tampak menyenangkan dan kamu memutuskan untuk 'mampir' dulu di tempat tersebut. Semua itu tergantung keputusanmu. Mau berapa lama mampir, atau tetap fokus ke depan dengan ancaman macet luar biasa. Terlalu banyak hal menarik yang kamu jumpai dalam perjalananmu, tentu akan membuat fokusmu terpecah. Itu yang saya sadari sekarang ini. Katakan saja, saya maruk. Terlalu banyak hal yang ingin saya tekuni, tapi konsentrasi yang tak bisa fokus pada satu hal ini, membuat saya oleng. Seperti diguncang ombak, saya bingung mau bertahan di sisi mana.
Di sinilah saya semakin merasakan, membuat keputusan untuk masa depan itu sangat sulit.
Tantangan berat, pengorbanan besar, seperti bermain judi dengan situasi.
Hanya ada satu jalan terakhir yang bisa saya pilih. Kembali lagi pada Tuhan dan pasrah. Saya hanya berani membuat banyak rencana. Plan A, plan B hingga plan Z. Lalu biarkan Sang Penguasa hidup saya yang menentukan plan apa yang memang baik untuk saya.
Mungkin sebagai manusia, kita hanya cukup menikmati kisah perjalanan kita masing-masing sambil memikirkan tujuan terdekat selanjutnya yang sekiranya bisa kita tempuh. Tapi, semoga saja tidak terlena dengan pemandangan yang indah. Sehingga tidak lupa, kalau ada yang menunggu kita. Masa Depan.
Jadi, bagaimana dengan perjalanan menuju masa depan kalian?
"Setelah lulus, ada rencana bekerja dimana?"

Pernah berhadapan dengan pertanyaan semacam ini? Apa jawaban kalian?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kerap kali muncul begitu saja dari bibir orang lain atau keluarga sendiri. Pertanyaan yang bisa dikategorikan basa-basi, tapi juga bisa menjebak kita ke dalam poros bernama bingung. Pertanyaan yang pada akhirnya menjadi salah satu lompatan dalam perjalanan menuju masa depan kita sendiri.
Menentukan masa depan adalah hal tersulit yang sampai sekarang pun belum bisa saya putuskan. Mungkin juga orang kebanyakan. Mau jadi apa? Mungkin ketika masih kecil, akan banyak sekali jawaban yang bisa keluar. Mau jadi dokter, astronot, presiden. Tapi faktanya, ketika semakin bertumbuh dan menemui kehidupan nyata yang cukup kejam, semua jawaban sewaktu kecil seakan hanya jadi kenangan di masa kanak-kanak.
Perjalanan menuju masa depan seperti perjalanan sehari-harimu, ketika akhirnya di tengah jalan kamu bertemu dengan sebuah tempat yang tampak menyenangkan dan kamu memutuskan untuk 'mampir' dulu di tempat tersebut. Semua itu tergantung keputusanmu. Mau berapa lama mampir, atau tetap fokus ke depan dengan ancaman macet luar biasa. Terlalu banyak hal menarik yang kamu jumpai dalam perjalananmu, tentu akan membuat fokusmu terpecah. Itu yang saya sadari sekarang ini. Katakan saja, saya maruk. Terlalu banyak hal yang ingin saya tekuni, tapi konsentrasi yang tak bisa fokus pada satu hal ini, membuat saya oleng. Seperti diguncang ombak, saya bingung mau bertahan di sisi mana.
Di sinilah saya semakin merasakan, membuat keputusan untuk masa depan itu sangat sulit.
Tantangan berat, pengorbanan besar, seperti bermain judi dengan situasi.
Hanya ada satu jalan terakhir yang bisa saya pilih. Kembali lagi pada Tuhan dan pasrah. Saya hanya berani membuat banyak rencana. Plan A, plan B hingga plan Z. Lalu biarkan Sang Penguasa hidup saya yang menentukan plan apa yang memang baik untuk saya.
Mungkin sebagai manusia, kita hanya cukup menikmati kisah perjalanan kita masing-masing sambil memikirkan tujuan terdekat selanjutnya yang sekiranya bisa kita tempuh. Tapi, semoga saja tidak terlena dengan pemandangan yang indah. Sehingga tidak lupa, kalau ada yang menunggu kita. Masa Depan.
Jadi, bagaimana dengan perjalanan menuju masa depan kalian?
Note : picture taken from flickr by : Playful / Pablo Alfieri
Tuesday, October 12, 2010
The Djakarta Event (Plus Plus) 2010 : Now Korean Week!
Ada apa dengan Jakarta? 
Hmmm..., belakangan ini saya seringkali mendengar berbagai event yang diselenggarakan di Jakarta, seolah tidak ada matinya kota metropolitan ini menghadirkan sebuah ajang bagi komunitas-komunitas tertentu. Saya sampai berpikir, Jakarta benar-benar terasa 'hidup' dengan berbagai ragam acara yang tumpah ruah hingga memuaskan hati masyarakatnya. Yah, walau tak dipungkiri dampak negatifnya tentu saja ada : macet. Tapi, macet di sini sudah merupakan santapan harian bagi orang-orang yang memiliki keperluan di seputaran Ibu Kota.
Mari dirunut apa saja yang sudah terjadi di Jakarta. Saya pun tak terlalu ingat, tapi sekiranya beberapa event ini memang saya ketahui keberadaannya. Dimulai dari midnight sale yang pernah diadakan di Senayan City. Hmmm, lalu kemarin ini Jakarta Japan Matsuri, berikutnya Indonesia Book Fair yang cukup ramai dan memang setiap tahun selalu diadakan. Di hari yang sama dan tempat yang sama dengan hari pertama Book Fair di Istora Senayan, pun digelar acara malam bagi pecinta dunia gemerlap dan musik yang mengejutkan bernama Playground, acara musik yang sudah empat tahun terakhir digelar. Tak selang berapa lama, Ancol pun diramaikan dengan event berjudul Java Rockin' Land yang menggelar puluhan band beraliran rock dengan tiket per harinya bisa mencapai Rp 300.ooo-an, sementara total rangkaian acara mencapai 3 hari (Jumat, Sabtu dan Minggu). Belum lagi sebuah pergelaran seni yang diadakan oleh CFF atau lembaga bahasa Perancis yang banyak menampilkan pemutaran film.
Dan, yang sekarang sedang berlangsung yaitu, Korean Indonesian Friendship Festival atau yang lebih dikenal dengan Korean Week yang turut meramaikan kota Jakarta dengan memboyong grup idola yang masih muda belia (adik-adik saya) : SHInee *mupenggggg*
Wow! Saya sampai terkagum-kagum dengan runtutan acara yang seakan tiada habisnya. Jakarta benar-benar hidup. Entah darimana energi manusia yang hidup di kota besar ini bisa terus dihasilkan. Entah juga darimana kreatifitas para panitia yang bekerja keras menyelenggarakan event itu berasal. Saya salut pada orang-orang dibalik semua acara tersebut. Two thumbs up! Yey.
Saya sendiri tidak menghadiri semua event yang ada. Bukan saya jika berada di Playground atau Java Rockin' Land. Tapi, sebisa mungkin saya mau berpartisipasi dalam event lain yang akan digelar : Korean Week! xD
Sebagai salah satu warga Jakarta, saya sama sekali tidak protes dengan berbagai acara yang digelar. Saya malah bangga dan takjub dengan semuanya. Saya juga berharap kalau acara-acara lainnya bisa menambah deretan hiburan bagi kehidupan di Jakarta. Sementara kegiatan yang sudah ada, sebaiknya terus diulang setiap tahun dengan target pengunjung semakin padat dan juga sistem pengendalian kelangsungan acara yang semakin baik ( misal : untuk acara SHInee nggak usah pake tiket dan semua orang bisa masuk untuk menonton *tuntutan dari lubuk hati yang paling dalam tanpa pikir hal lain* ).
Ahhh..., dan hari inilah tepat SHInee akan mengguncang Jakarta. Betapa irinya saya ingin bisa berjumpa dengan para dongsaeng (adik) yang masih lucu-lucu itu. Betapa irinya saya sama Gita Gutawa yang bisa tampil di panggung yang sama dengan SHInee hingga rasanya pengin saya culik dan saya gantikan *mulai psycho*. Rasanya kedekatan yang hanya tinggal menghitung jarak itu semakin membuat saya merana karena ternyata tidak bisa berjumpa dengan mereka, meski harus melihat menggunakan teropong sekali pun.
Ironis sekali T_______T *garuk-garuk jalanan aspal*
Semoga saja SHInee bisa tampil maksimal dan nggak kepanasan selama berada di Jakarta. Oh ya, mungkin adik-adik SHInee mau ikutan seperti para pemain Uruguay yang berbelanja ke Senayan City sebelum bertanding? Nunna pasti akan menyerbu kalian di sana! *mulai sarap*
Sukses untuk semua event, sukses untuk Jakarta, sukses untuk SHInee!


Hmmm..., belakangan ini saya seringkali mendengar berbagai event yang diselenggarakan di Jakarta, seolah tidak ada matinya kota metropolitan ini menghadirkan sebuah ajang bagi komunitas-komunitas tertentu. Saya sampai berpikir, Jakarta benar-benar terasa 'hidup' dengan berbagai ragam acara yang tumpah ruah hingga memuaskan hati masyarakatnya. Yah, walau tak dipungkiri dampak negatifnya tentu saja ada : macet. Tapi, macet di sini sudah merupakan santapan harian bagi orang-orang yang memiliki keperluan di seputaran Ibu Kota.
Mari dirunut apa saja yang sudah terjadi di Jakarta. Saya pun tak terlalu ingat, tapi sekiranya beberapa event ini memang saya ketahui keberadaannya. Dimulai dari midnight sale yang pernah diadakan di Senayan City. Hmmm, lalu kemarin ini Jakarta Japan Matsuri, berikutnya Indonesia Book Fair yang cukup ramai dan memang setiap tahun selalu diadakan. Di hari yang sama dan tempat yang sama dengan hari pertama Book Fair di Istora Senayan, pun digelar acara malam bagi pecinta dunia gemerlap dan musik yang mengejutkan bernama Playground, acara musik yang sudah empat tahun terakhir digelar. Tak selang berapa lama, Ancol pun diramaikan dengan event berjudul Java Rockin' Land yang menggelar puluhan band beraliran rock dengan tiket per harinya bisa mencapai Rp 300.ooo-an, sementara total rangkaian acara mencapai 3 hari (Jumat, Sabtu dan Minggu). Belum lagi sebuah pergelaran seni yang diadakan oleh CFF atau lembaga bahasa Perancis yang banyak menampilkan pemutaran film.
Dan, yang sekarang sedang berlangsung yaitu, Korean Indonesian Friendship Festival atau yang lebih dikenal dengan Korean Week yang turut meramaikan kota Jakarta dengan memboyong grup idola yang masih muda belia (adik-adik saya) : SHInee *mupenggggg*
Wow! Saya sampai terkagum-kagum dengan runtutan acara yang seakan tiada habisnya. Jakarta benar-benar hidup. Entah darimana energi manusia yang hidup di kota besar ini bisa terus dihasilkan. Entah juga darimana kreatifitas para panitia yang bekerja keras menyelenggarakan event itu berasal. Saya salut pada orang-orang dibalik semua acara tersebut. Two thumbs up! Yey.
Saya sendiri tidak menghadiri semua event yang ada. Bukan saya jika berada di Playground atau Java Rockin' Land. Tapi, sebisa mungkin saya mau berpartisipasi dalam event lain yang akan digelar : Korean Week! xD
Sebagai salah satu warga Jakarta, saya sama sekali tidak protes dengan berbagai acara yang digelar. Saya malah bangga dan takjub dengan semuanya. Saya juga berharap kalau acara-acara lainnya bisa menambah deretan hiburan bagi kehidupan di Jakarta. Sementara kegiatan yang sudah ada, sebaiknya terus diulang setiap tahun dengan target pengunjung semakin padat dan juga sistem pengendalian kelangsungan acara yang semakin baik ( misal : untuk acara SHInee nggak usah pake tiket dan semua orang bisa masuk untuk menonton *tuntutan dari lubuk hati yang paling dalam tanpa pikir hal lain* ).
Ahhh..., dan hari inilah tepat SHInee akan mengguncang Jakarta. Betapa irinya saya ingin bisa berjumpa dengan para dongsaeng (adik) yang masih lucu-lucu itu. Betapa irinya saya sama Gita Gutawa yang bisa tampil di panggung yang sama dengan SHInee hingga rasanya pengin saya culik dan saya gantikan *mulai psycho*. Rasanya kedekatan yang hanya tinggal menghitung jarak itu semakin membuat saya merana karena ternyata tidak bisa berjumpa dengan mereka, meski harus melihat menggunakan teropong sekali pun.
Ironis sekali T_______T *garuk-garuk jalanan aspal*
Semoga saja SHInee bisa tampil maksimal dan nggak kepanasan selama berada di Jakarta. Oh ya, mungkin adik-adik SHInee mau ikutan seperti para pemain Uruguay yang berbelanja ke Senayan City sebelum bertanding? Nunna pasti akan menyerbu kalian di sana! *mulai sarap*
Sukses untuk semua event, sukses untuk Jakarta, sukses untuk SHInee!

Thursday, October 7, 2010
Jakarta - Japan Matsuri 2010
Sekali lagi, sebuah event besar dalam rangka menjalin hubungan persahabatan antara Jakarta (Indonesia) dengan negara matahari terbit--Jepang, kembali terlaksana di tahun 2010 ini. Acara yang lebih dikenal dengan nama Jakarta Japan Matsuri ini kembali menarik perhatian para pecinta Jepang sekaligus memuaskan hasrat para pecinta Jepang akan kebudayaan dari Negara tersebut.
Sayangnya, saya sendiri justru tidak benar-benar mengikuti seluruh rangkaian acara yang diadakan sejak tanggal 23 September 2010 hingga 3 Oktober 2010. Mulai dari upacara pembukaannya yang diadakan di Hotel Nikko hingga penutupan yang diselenggarakan di Monas. Sebenarnya, niatan ke Monas sudah ada. Saya juga pernah mampir ke acara yang sama sekitar setahun lalu. Dan, berharap memang bisa mampir lagi di tahun ini. Tapi, sayang dalam perjalanan hujan lebat mengguyur, sehingga saya memutuskan untuk stay di Grand Indonesia dengan mengiktui hari terakhir dari Pekan Animasi yang juga merupakan bagian dari acara Jakarta Japan Matsuri itu sendiri.
Rangkaian Pekan Animasi ini bertempat di Blitz Megaplex GI. Panitia menyediakan tiga macam film yang bisa dinikmati para pecinta anime, yaitu : Doraemon, 5 cm Per Second, dan The Promises Land (yang ini judulnya tak terlalu yakin). Untuk Doraemon, penonton tidak perlu membayar tiket alias free, sementara untuk dua film yang lain, penonton diwajibkan membayar tiket sebesar Rp 30.000 saja. Dan, saya sendiri memilih 5 cm Per Second sebagai tontonan di hari Minggu itu.
Kisahnya terbagi menjadi 3 bagian dan masing-masing saling berkaitan. Namun, secara inti besarnya 5 cm Per Second menceritakan tentang dua orang sahabat, Akari dan Takaki yang sudah bersahabat sejak kecil dan saling jatuh cinta tapi takdir tidak membiarkan mereka bersama-sama.
Saya pribadi sangat senang dengan adanya acara Pekan Animasi semacam ini. Kapan lagi bisa menonton anime di bioskop dengan suasana yang jauh berbeda jika menontonnya dari DVD atau VCD. Sebagai salah satu masyarakat Jakarta yang juga menyukai kebudayaan Jepang, saya sangat berharap acara semacam ini akan bisa diadakan lagi di lain waktu. Dengan anime yang lebih banyak lagi pilihan, tentunya.
Hiks, sayang Jakarta turun hujan angin kemarin minggu. Kalau tidak, saya kan bisa datang ke Monas dan menyaksikan bon odori serta berbagai macam budaya lain dan tak lupa membeli makanan di stand-stand makanan Jepang T____T
NOTE : http://www.id.emb-japan.go.jp/matsuri/acara_id.html
Sayangnya, saya sendiri justru tidak benar-benar mengikuti seluruh rangkaian acara yang diadakan sejak tanggal 23 September 2010 hingga 3 Oktober 2010. Mulai dari upacara pembukaannya yang diadakan di Hotel Nikko hingga penutupan yang diselenggarakan di Monas. Sebenarnya, niatan ke Monas sudah ada. Saya juga pernah mampir ke acara yang sama sekitar setahun lalu. Dan, berharap memang bisa mampir lagi di tahun ini. Tapi, sayang dalam perjalanan hujan lebat mengguyur, sehingga saya memutuskan untuk stay di Grand Indonesia dengan mengiktui hari terakhir dari Pekan Animasi yang juga merupakan bagian dari acara Jakarta Japan Matsuri itu sendiri.
Rangkaian Pekan Animasi ini bertempat di Blitz Megaplex GI. Panitia menyediakan tiga macam film yang bisa dinikmati para pecinta anime, yaitu : Doraemon, 5 cm Per Second, dan The Promises Land (yang ini judulnya tak terlalu yakin). Untuk Doraemon, penonton tidak perlu membayar tiket alias free, sementara untuk dua film yang lain, penonton diwajibkan membayar tiket sebesar Rp 30.000 saja. Dan, saya sendiri memilih 5 cm Per Second sebagai tontonan di hari Minggu itu.
Kisahnya terbagi menjadi 3 bagian dan masing-masing saling berkaitan. Namun, secara inti besarnya 5 cm Per Second menceritakan tentang dua orang sahabat, Akari dan Takaki yang sudah bersahabat sejak kecil dan saling jatuh cinta tapi takdir tidak membiarkan mereka bersama-sama.
Saya pribadi sangat senang dengan adanya acara Pekan Animasi semacam ini. Kapan lagi bisa menonton anime di bioskop dengan suasana yang jauh berbeda jika menontonnya dari DVD atau VCD. Sebagai salah satu masyarakat Jakarta yang juga menyukai kebudayaan Jepang, saya sangat berharap acara semacam ini akan bisa diadakan lagi di lain waktu. Dengan anime yang lebih banyak lagi pilihan, tentunya.
Hiks, sayang Jakarta turun hujan angin kemarin minggu. Kalau tidak, saya kan bisa datang ke Monas dan menyaksikan bon odori serta berbagai macam budaya lain dan tak lupa membeli makanan di stand-stand makanan Jepang T____T
NOTE : http://www.id.emb-japan.go.jp/matsuri/acara_id.html
Saturday, October 2, 2010
Hati-hati : Modus Penipuan
Jakarta, oh, Jakarta.
Entah kenapa rasanya selalu saja ada terselip ketidakamanan ketika harus berkeliaran seorang diri di kota besar ini. Melirik tayangan televisi, setiap hari selalu saja disuguhkan pemberitaan yang tak jauh-jauh dari sekedar perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan per- pe- lainnya yang kalau mendengarnya pun bikin diri kita semakin was-was. Salah satu modus kejahatan yang juga bikin kita harus ekstra menambah tingkat kewaspadaan adalah penipuan!
Penipuan, berasal dari kata TIPU. Yang artinya membohongi atau memanipulasi sebuah fakta yang ada. Penipuan berarti telak merugikan kita sebagai pihak korban. Dan, semakin berkembangnya jaman, bukan saja teknologi yang semakin canggih tetapi juga orang-orangnya pun semakin kreatif dalam memainkan manipulasi kata.
Kemarin-kemarin saya mendapat broadcast message kalau modus penipuan yang lagi hits a.k.a trendy di jaman sekarang adalah penipuan berkedok SMS dari Mama. Pengirim sms akan mengirimi Anda sebuah pesan singkat yang isinya meminta dibelikan pulsa dan mencatumkan nama MAMA sebagai pengirimnya. Tapi, sampai sekarang saya belum pernah menjadi korbannya (amit-amit jabang baby). Hanya saja, selintingan kabar yang saya dengar dari teman-teman, rata-rata mereka tak menggubrisnya, atau sekedar membalas keisengan dengan me-reply sms tersebut dengan kata-kata (salah satunya) : "Ma, aku juga lagi nggak punya pulsa, nih. Baru mau minta Mama beliin." Tapi, ternyata ada juga yang terkena jebakan batman ini dan berinisiatif mengirimi pulsa.
Lalu, selain sms dari Mama, penipuan jaman sekarang juga bisa dibalut dengan satu akting paling mujarab kebanggan warga Indonesia : tampang memelas!
Saya sendiri juga tidak begitu pasti apakah saya memang menjadi korban atau orang itu benar-benar membutuhkan uang untuk bisa kembali ke rumahnya. Tapi, beberapa kali kejadian seperti ini terjadi pada saya. Dan, yang paling gress alias masih fresh from the oven adalah semalam. Ketika saya pulang kantor.
Saat itu sudah pukul setengah 12 malam. Saya yang agak ngantuk menyetir sendiri, akhirnya mampir dulu ke Circle K untuk sekedar membeli minum. Baru saja saya selesai memarkir mobil dan keluar dari sana, tiba-tiba seorang ibu-ibu tua sudah ada di sebelah saya (entah kapan datangnya, kok, bisa gesit banget kayak hantu). Dengan wajah dipasang memelas mungkin, dia berkata, "Dik, boleh minta uang? Ibu mau balik nggak ada ongkos. Nungguin orang yang mau jemput nggak dateng juga. Bingung udah malem."
Saya bingung juga. Makanya saya sempat ragu untuk mengeluarkan selembar uang dari dompet yang sudah ada di tangan saya. Kenapa dia minta ke saya? Sementara Circle K kan penuh dengan anak muda yang lagi pada nongkrong. Apa semua orang di sana udah dia mintain uang? Saya nggak bisa menemukan alasan yang tepat. Tapi, melihat ibu itu tampak kebingungan, saya pun lantas teringat dengan teman saya yang memang pernah kehilangan dompet di tengah jalan dan tidak punya ongkos untuk pulang. Dia bilang, kalau dia pun akhirnya terpaksa meminta bantuan orang-orang di sepanjang jalan yang sama sekali tidak dia kenal. Ketika otak saya memutar cerita dari teman saya, mendadak saya pun membuka dompet dan akhirnya melayangkan selembar uang saya ke Ibu itu.
Berikutnya saya segera masuk ke Circle K dan membeli minuman yang saya mau.
Tak lama kemudian, saya pun kembali ke mobil. Di dalam mobil saya memperhatikan melalui kaca spion kalau ibu tadi masih ada di sana. Dia berdiri, entah menunggu apa. Dan saat itu tengah malam. Apa yang dilakukannya di sana?
Seorang cewek melintas dan bergegas menuju taksi, di dalam pengamatan saya yang sok detektif itu. Tapi, belum sempat si cewek itu masuk ke dalam taksinya, saya melihat dia memberikan sejumlah uang pada si Ibu yang tadi juga menghampiri saya.
Hmmm..., semoga, sih, kecurigaan saya salah.
Tapi, dulu saya pernah berpapasan dengan ibu yang juga meminta uang untuk pulang. Ketika itu saya tidak memberikannya karena sedang tergesa-gesa menuju kampus dan dengan berusaha tetap bersikap sopan saya menghindari ibu itu. Yang ada saya malah mendapat makian kata-kata kasar.
Entahlah, apa pun motif di balik semua itu, hanya dia (si pelaku) dan Tuhan saja yang tahu. Tapi, tak ada salahnya juga jika kita selalu bersikap tetap waspada supaya tidak menjadi korban yang dirugikan terlalu banyak.
Entah kenapa rasanya selalu saja ada terselip ketidakamanan ketika harus berkeliaran seorang diri di kota besar ini. Melirik tayangan televisi, setiap hari selalu saja disuguhkan pemberitaan yang tak jauh-jauh dari sekedar perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan per- pe- lainnya yang kalau mendengarnya pun bikin diri kita semakin was-was. Salah satu modus kejahatan yang juga bikin kita harus ekstra menambah tingkat kewaspadaan adalah penipuan!
Penipuan, berasal dari kata TIPU. Yang artinya membohongi atau memanipulasi sebuah fakta yang ada. Penipuan berarti telak merugikan kita sebagai pihak korban. Dan, semakin berkembangnya jaman, bukan saja teknologi yang semakin canggih tetapi juga orang-orangnya pun semakin kreatif dalam memainkan manipulasi kata.
Kemarin-kemarin saya mendapat broadcast message kalau modus penipuan yang lagi hits a.k.a trendy di jaman sekarang adalah penipuan berkedok SMS dari Mama. Pengirim sms akan mengirimi Anda sebuah pesan singkat yang isinya meminta dibelikan pulsa dan mencatumkan nama MAMA sebagai pengirimnya. Tapi, sampai sekarang saya belum pernah menjadi korbannya (amit-amit jabang baby). Hanya saja, selintingan kabar yang saya dengar dari teman-teman, rata-rata mereka tak menggubrisnya, atau sekedar membalas keisengan dengan me-reply sms tersebut dengan kata-kata (salah satunya) : "Ma, aku juga lagi nggak punya pulsa, nih. Baru mau minta Mama beliin." Tapi, ternyata ada juga yang terkena jebakan batman ini dan berinisiatif mengirimi pulsa.
Lalu, selain sms dari Mama, penipuan jaman sekarang juga bisa dibalut dengan satu akting paling mujarab kebanggan warga Indonesia : tampang memelas!
Saya sendiri juga tidak begitu pasti apakah saya memang menjadi korban atau orang itu benar-benar membutuhkan uang untuk bisa kembali ke rumahnya. Tapi, beberapa kali kejadian seperti ini terjadi pada saya. Dan, yang paling gress alias masih fresh from the oven adalah semalam. Ketika saya pulang kantor.
Saat itu sudah pukul setengah 12 malam. Saya yang agak ngantuk menyetir sendiri, akhirnya mampir dulu ke Circle K untuk sekedar membeli minum. Baru saja saya selesai memarkir mobil dan keluar dari sana, tiba-tiba seorang ibu-ibu tua sudah ada di sebelah saya (entah kapan datangnya, kok, bisa gesit banget kayak hantu). Dengan wajah dipasang memelas mungkin, dia berkata, "Dik, boleh minta uang? Ibu mau balik nggak ada ongkos. Nungguin orang yang mau jemput nggak dateng juga. Bingung udah malem."
Saya bingung juga. Makanya saya sempat ragu untuk mengeluarkan selembar uang dari dompet yang sudah ada di tangan saya. Kenapa dia minta ke saya? Sementara Circle K kan penuh dengan anak muda yang lagi pada nongkrong. Apa semua orang di sana udah dia mintain uang? Saya nggak bisa menemukan alasan yang tepat. Tapi, melihat ibu itu tampak kebingungan, saya pun lantas teringat dengan teman saya yang memang pernah kehilangan dompet di tengah jalan dan tidak punya ongkos untuk pulang. Dia bilang, kalau dia pun akhirnya terpaksa meminta bantuan orang-orang di sepanjang jalan yang sama sekali tidak dia kenal. Ketika otak saya memutar cerita dari teman saya, mendadak saya pun membuka dompet dan akhirnya melayangkan selembar uang saya ke Ibu itu.
Berikutnya saya segera masuk ke Circle K dan membeli minuman yang saya mau.
Tak lama kemudian, saya pun kembali ke mobil. Di dalam mobil saya memperhatikan melalui kaca spion kalau ibu tadi masih ada di sana. Dia berdiri, entah menunggu apa. Dan saat itu tengah malam. Apa yang dilakukannya di sana?
Seorang cewek melintas dan bergegas menuju taksi, di dalam pengamatan saya yang sok detektif itu. Tapi, belum sempat si cewek itu masuk ke dalam taksinya, saya melihat dia memberikan sejumlah uang pada si Ibu yang tadi juga menghampiri saya.
Hmmm..., semoga, sih, kecurigaan saya salah.
Tapi, dulu saya pernah berpapasan dengan ibu yang juga meminta uang untuk pulang. Ketika itu saya tidak memberikannya karena sedang tergesa-gesa menuju kampus dan dengan berusaha tetap bersikap sopan saya menghindari ibu itu. Yang ada saya malah mendapat makian kata-kata kasar.
Entahlah, apa pun motif di balik semua itu, hanya dia (si pelaku) dan Tuhan saja yang tahu. Tapi, tak ada salahnya juga jika kita selalu bersikap tetap waspada supaya tidak menjadi korban yang dirugikan terlalu banyak.
Wednesday, August 18, 2010
RUMPI
Sore-sore, sambil minum teh dan makan sepiring kue, akan lebih afdol dan mengasyikkan bila dilakukan bersama teman-teman satu genk dan sambil merumpi. Biasanya cewek-cewek nggak pernah ketinggalan momen seru seperti ini, atau sebisa mungkin nggak melewatkannya karena akan banyak "informasi" yang bisa didapat dari sana. Dan karena begitu banyaknya "informasi" yang bisa diperoleh dari hasil merumpi itu, makanya kita perlu melakukan filterisasi terhadap apa yang menjadi topik dalam perbincangan tersebut.
Sayangnya kebanyakan orang (terutama tetangga dekat rumah saya) menggunakan kesempatan kumpul-kumpul itu sebagai wadah untuk saling bertukar info tentang kejelekkan atau sesuatu hal dari orang lain yang tampak negatif namun belum 100% terbukti kebenarannya aka GOSIP! Ya, mereka suka sekali bergosip ria. Yang namanya siang hari, bisa mereka gunakan untuk saling berkunjung ke rumah-rumah hanya untuk berceloteh tentang hal yang mereka sendiri tidak pernah tahu yang sesungguhnya. Setelah puas, barulah mereka kembali ke rumah masing-masing untuk meneruskan pekerjaan rumah tangganya.
Sebenarnya untuk apa, sih, mereka ngomongin hal-hal buruk tentang orang? Kenapa, sih, mereka kepo sekali dengan urusan orang lain?
Daripada mengurusi masalah orang lain yang Anda belum tentu paham benar, alangkah baiknya jika Anda mulai membenahi diri sendiri. Lihatlah, apakah Anda sudah menjadi orang yang paling benar? Buat saya membicarakan orang lain bukanlah suatu masalah besar, dengan catatan ada batasan-batasan tersendiri pada pendapat secara subjektif supaya tidak menjurus ke arah yang negatif. Toh, siapa sih yang nggak mau dibicarakan mengenai kesuksesan karirnya? Atau mungkin dibicarakan oleh banyak orang karena kebaikan hatinya?
Yang jelas, di bulan puasa ini, yuk saling mengingatkan sesama untuk membatasi membicarakan kejelekkan orang. Hidup manusia dan mata uang adalah sama, dua sisi. Ada baik dan buruk. Jadi, sebelum Anda dibicarakan, lebih baik jangan membicarakan orang lain.
Sayangnya kebanyakan orang (terutama tetangga dekat rumah saya) menggunakan kesempatan kumpul-kumpul itu sebagai wadah untuk saling bertukar info tentang kejelekkan atau sesuatu hal dari orang lain yang tampak negatif namun belum 100% terbukti kebenarannya aka GOSIP! Ya, mereka suka sekali bergosip ria. Yang namanya siang hari, bisa mereka gunakan untuk saling berkunjung ke rumah-rumah hanya untuk berceloteh tentang hal yang mereka sendiri tidak pernah tahu yang sesungguhnya. Setelah puas, barulah mereka kembali ke rumah masing-masing untuk meneruskan pekerjaan rumah tangganya.
Sebenarnya untuk apa, sih, mereka ngomongin hal-hal buruk tentang orang? Kenapa, sih, mereka kepo sekali dengan urusan orang lain?
Daripada mengurusi masalah orang lain yang Anda belum tentu paham benar, alangkah baiknya jika Anda mulai membenahi diri sendiri. Lihatlah, apakah Anda sudah menjadi orang yang paling benar? Buat saya membicarakan orang lain bukanlah suatu masalah besar, dengan catatan ada batasan-batasan tersendiri pada pendapat secara subjektif supaya tidak menjurus ke arah yang negatif. Toh, siapa sih yang nggak mau dibicarakan mengenai kesuksesan karirnya? Atau mungkin dibicarakan oleh banyak orang karena kebaikan hatinya?
Yang jelas, di bulan puasa ini, yuk saling mengingatkan sesama untuk membatasi membicarakan kejelekkan orang. Hidup manusia dan mata uang adalah sama, dua sisi. Ada baik dan buruk. Jadi, sebelum Anda dibicarakan, lebih baik jangan membicarakan orang lain.
= tulisan ini dibuat untuk Anda semua dan juga saya =
Subscribe to:
Posts (Atom)