Monday, April 11, 2011

Nasi Bungkus, Hujan Dan Orang

Hujan akhirnya menggujur kota Jakarta di siang harinya, setelah sekian saat hanya memajang mendung pada etalase langit. Saya bergerak menuju kantor. Merasa sangat beruntung karena ada pinky yang menemani sehingga saya tidak kebasahan. Macet tak menjadi masalah yang berarti. Bahkan menjadi satu titik penyentak nadi, ketika kemacetan membuat pinky tersendat di perempatan lampu merah Radio Dalam.

Di sudut pinggiran, tepatnya di depan sebuah salon yang entah apa namanya, dekat tiang listrik, mata saya terpaku pada dua orang--bapak dan anak, yang sedang asik berjongkok. Dengan tubuh hitam terbakar matahari, pakaian kumal dan ditemani rintikan hujan yang mulai berubah menjadi fase gerimis, mereka asik menyantap nasi bungkus berdua dalam keberbagian. Tak peduli pada ramainya jalanan akan kendaraan yang memuntahkan polusi, tak peduli pada gerimis yang pasti akan ikut bercampur pada makanan itu, apalagi soal apakah tangan mereka telah bersih sehingga layak untuk menciduk tiap kepalan nasi ke dalam mulut mereka.

Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana perut mereka bisa terisi dengan nasi--mungkin.

Peristiwa itu langsung membuat saya terenyak. Pinggir jalan, pun tanpa alas, mereka jadikan restoran pribadi.

Saya lantas ingat, seringkali adanya saya merasa tak pernah puas dengan makan yang "hanya itu saja". Atau mungkin, seringkali didera ngidam yang luar biasa untuk mencicipi makanan berharga puluhan ribu. Sementara bapak dan anak itu, saya lihat dari mobil, hanya menyantap nasi bungkus biasa. Pun harus berbagi.

Sebenarnya saya sempat mengabadikannya melalui ponsel, tetapi belum ada kesempatan untuk menguploadnya karena keburu ingin memposting kisah ini di blog.

Dan, melalui satu gambaran tersebut, saya berharap itulah teguran untuk saya bahwa saya masih harus lebih banyak bersyukur dengan kehidupan hingga titik ini.

16 comments:

Ninda Rahadi said...

oohh :(

makasih mbak kuya posting berbagi hikmahnya

Ninda Rahadi said...

eh enak aja, aku ngga galau kok hahahahaha :D labelnya kan short story hehe itu ceritanya temannn knape ce? ce kuya galau yah? :P

Unknown said...

miris memang, pemandangan kaya gitu sering terlihat di stasiun.. tapi dari situ kita bisa belajar bersyukur & berbagi :D

Nufri L Sang Nila said...

hmmm...terima kasih sudah berbagi tentang hal itu di dalam blog kamu...kita sebagai manusia memang sudah selayaknya saling mengingatkan akan betapa besarnya karunia yang telah kita terima...nice share....

salam :)

Henny said...

*glek* (itu bunyi nelan ludah)
jadi pengen nangis..aku sekarang suka ngidam macam-macam di usia kehamilan 7 bulan. tapi alhamdulillah kalo makan nasi dengan lauk apa aja mau

Freya said...

klar, ente lagi bikin cerpen yak? hahahaha

ammie said...

:0 ..hikss,, menyentuh..saya juga tersentil nih mbak.. baru tadi saya berucap ngidam mie aceh,hee.. yup..bersyukur dengan segala yang ada :)

Mulyani Adini said...

Satu lagi cerita menarik untuk pelajaran buat kita, kenapa kita diajarkan untuk tetap selalu bersyukur..karna miskinnya kita masih ada yang lebih miskin dari kita.

andri K wahab said...

postingannya kaya akan faedah mbak...suka sekali...^_^

dunia kecil indi said...

betul tuh :) sesuatu yg sederhana bisa jadi malah jadi "barang mewah" untuk sebagian orang. saat kita ngidam makan pizza, mungkin bagi orang lain, "ah yg penting hari ini bs makan"..
nice :)

Zulfadhli's Family said...

Alhamdulillah yah kita masih termasuk golongan orang yang bisa membeli makan dengan layak. maka bersyukurlah kita, setiap saat

Unknown said...

ya kita memang harus bersyukur...karena dg apa yg kita miliki kadang kita jauh lebih beruntung dari orang lain

TS Frima said...

rasanya seperti disentil ya. kiat sering tak bersyukur padahal nikmat yang kita punya sudah sangat banyak.

apa kabar nih? dunia kura-nya aman-aman aja? :)

Elsa said...

subhanallah yaa
sering banget merasa seperti itu
bosan dengan makanan yang sudah ada
ngidam ini itu gak tau diri
padahal ya...seperti yang Clara temukan,ada bapak dan anak makan nasi bungkus biasa aja, berbagi lagi...
duuuh

EKA said...

hiks...
jadi malu
selama ini sering buang2 nasi, makan gak diabisin....

herwin sb ginting said...

adalah kita yg berpendidikan dan bermoral ini seharusnya memaksa pemerintah kita ini untuk peduli pada nasib rakyatnya yg "senang" menderita dan tetap "sabar" menderita. Mulailah dari diri sendiri untuk tidak pernah mau mengambil "hak" kedua orang yg bersahaja tersebut.